Enam bulan yang lalu, saya memelototi grafik yang dibuat oleh Tim TI Mojok. Grafik itu mengganggu saya, dan semenjak itu, minimal sejam dalam sehari, saya berusaha memperdalam grafik itu dalam pencarian-pencarian yang relevan.
Sebetulnya grafik itu bermula dari hal sederhana. Kami ingin memotret perilaku dunia iklan terkait dengan perkembangan dunia digital. Mungkin hal ini sudah jamak diketahui. Sampai tahun 2017, grafik naik terus. Hingga mentok di tahun 2018, lalu datar, dan semenjak itu terjadi penurunan.
Kenapa bisa terjadi seperti itu? Penjelasannya tidak rumit. Setiap produk dan juga pabrikan sudah berhasil membangun sistem komunikasi dan iklan mereka secara langsung kepada publik, sehingga mereka tidak perlu media massa untuk memasang iklan mereka. Selain memang jauh lebih murah dibanding harus beriklan, sistem yang sudah terintegrasi dengan baik membuat cara beriklan menjadi lebih kuat dan menarik. Itu belum ditambahkan variabel bagaimana sistem-sistem lain yang sekarang sedang tumbuh, bisa menjadi sangat matang di tahun tersebut. Misalnya saja Augmented Reality (AR), yang menurut saya akan menjadi salah satu unggulan pola komunikasi ke depan. Saya termasuk beruntung karena kenal dengan salah satu jagoan AR Aditya Rizki Yudiantika.
Sekarang coba Anda browsing produk-produk “unggulan” yang selama ini menjadi pemberi porsi iklan besar. Ambil saja tiga produk dari minuman, mi instan, dan rokok. Mereka telah membangun sistem yang luar biasa untuk menjangkau khalayak dengan integrasi dari konten kreatif, situsweb, dan sistem diseminasi yang kukuh. Bukan tidak mungkin, kelak media mega portal bisa amblas jika produk-produk itu tumbuh dan mengembangkan portal tersendiri. Kenapa tidak?
Pertanyaan imajiner Kapal Api kepada Kompasdotcom misalnya, akan lebih sederhana: Kenapa saya harus mengiklan ke Anda jika portal saya lebih baik, lebih kuat, dan yang lebih penting: lebih bisa masuk ke ceruk segmentasi kami? Pertanyaan itu mustahil muncul di era lalu, sebelum dunia digital berkembang sederas ini.
Tahun 2018, era berebut kue iklan akan memasuki babak akhir. Tidak ada lagi yang perlu diperebutkan sebab para pengiklan sudah menemukan dan menentukan garis nasib mereka sendiri.
Di tingkat atas, potret seperti itulah yang akan terjadi. Di tingkat bawah, orang per orang dan komunitas-komunitas kecil akan makin berdayaguna jika mereka sadar dan awas sejak sekarang. Otoritas media massa akan diambil alih oleh orang per orang atau komunitas-komunitas kecil. Kalau diproses dengan cara yang tepat, seorang Agus Mulyadi akan lebih otoritatif dibanding sebuah stasiun televisi dan koran. Blog personalnya akan lebih banyak diakses dan dicari orang-orang yang memang sudah tersegmentasi dibanding “massa pembaca” yang jauh lebih tidak jelas karakteristik dan identitasnya. Mesin-mesin analitik akan makin bisa menyediakan segala informasi tentang pembaca blog Agus Mulyadi. Seri Youtube-nya mengalami hal yang sama. Agus Mulyadi sudah bukan hanya brand, tapi sistem personal yang bekerja laiknya sebuah industri besar. Orang seperti Arman Dhanibukan hanya akan menjadi ikonik tapi juga gigantik.
Tahun 2018, adalah era “lenyapnya kekuatan tengah”. Pribadi-pribadi tertentu akan berkembang jauh lebih kuat dan otoritatif, sementara kapital-kapital di atas sudah tidak lagi membutuhkan mereka. Apakah ini ancaman atau kesempatan? Lagi-lagi ini bergantung atas sikap dan mental kita dalam memandang arah gerak zaman.
Era ini sudah dibuka dengan kasus yang mencengangkan. Seorang remaja penemu Facebook bisa kaya tanpa butuh akumulasi kapital sekian generasi. Dia hanya butuh waktu kurang dari 10 tahun. Dan bukan hanya kaya, dia lebih berkekuatan dibanding jumlah uangnya. Hal itu diikuti oleh sekian pencapaian lain di berbagai belahan bumi.
Saya kira 2018 sudah nisbi dekat. Hanya yang sudah siap yang akan bisa memenuhi tantangannya. Babak selanjutnya saya kira akan lebih menarik karena akan masuk babak perebutan aktor atas dan bawah. Bayangan saya tentang revolusi yang identik dengan bau mesiu, rupanya harus saya singkirkan jauh-jauh. Tapi itu masih lama. Kita pikir yang dekat saja dulu. Jangan berpikir menikah jika pacar saja gak gablek. Bukan begitu?
Selamat menunaikan sahur…