Sudah lazim ada pada diri manusia, kalau melakukan amalan baik, akan mudah memandang rendah manusia lain. Coba kalian salat tahajud sebulan saja, niscaya akan mudah berpikir betapa manusia yang sedang tidur itu kamu pandang sebagai bangkai yang tak tahu rasa bersyukur. Padahal tidur itu alamiah. Bahkan bisa baik jika diniati: daripada keluar malam lalu berbuat maksiat.
Coba kamu puasa sunat Senin Kamis. Setahun saja. Di pikiranku nanti akan mudah memandang orang yang tidak puasa sunah seperti orang yang tak tahu diri. Dikasih hidup tapi tidak mau memaksimalkan amalan baik. Padahal tidak puasa sunah juga gak apa-apa. Lebih baik tidak berpuasa sunah daripada mudah punya pikiran buruk.
Coba kamu dalam seminggu punya program setiap hari sedekah minimal 100 ribu rupiah. Nanti dalam sebulan, setiap melihat ada orang kaya pasti otakmu mudah berpikir bahwa mereka kaya karena pelit. Padahal ya sedekahmu mungkin gak ada sepersepuluh orang-orang itu. Siapa yang tahu?
Jadi hati-hati dalam menjalankan amalan. Karena yang mudah muncul kemudian kejelekan orang lain. Dan itu wajar. Watak manusia memang begitu. Mudah memandang orang lain merasa rendah jika sudah merasa melakukan suatu kebaikan. Maka itu, musuh orang baik adalah dirinya sendiri. Pikiran dan prasangkanya sendiri. Terutama perasaan lebih baik dan lebih mulia dibanding orang lain.
Karena itu, kalau berbuat baik jangan dibikin tegang dan jangan dilakukan terus-menerus. Sebab kesombongan itu berbahaya. Maka dengan menyadari ibadah kita tidak sempurna, kurang khusyuk, masih kotor, akan membuat kita bersikap lebih rendah hati.