Dua hari lalu, saya satu forum dengan salah satu rektor universitas terbesar di Yogya. Tentu saja beliau adalah seorang guru besar juga. Di ruang tunggu sebelum masuk ke ruang acara, kami berbincang.
Tentu saja obrolan ringan belaka. Tentang perkembangan teknologi, kebudayaan, mahasiswa zaman sekarang. Di sela obrolan itu, terselip beberapa keping cerita. Beliau berkisah tentang dua anaknya yang sedang kuliah di luar negeri. Anak pertamanya, ada kemungkinan menjadi doktor di usia 26 tahun. Agak wajar sih, bapaknya juga profesor cum rektor lagi. Tapi bukan itu pasalnya.
Seakan ada pesan terselip bahwa beliau ingin anak-anaknya menjadi dosen. Ini agak menarik. Bapak dan ibu saya adalah guru. Sekalipun tahu bahwa menjadi guru itu tidak menjamin punya kemewahan materi, tapi mereka berdua selalu punya keinginan saya menjadi guru. Mau jadi guru SD, SMP, SMA, atau dosen, tak masalah. Yang penting menjadi guru.
Sementara saya diam-diam juga menginginkan Kali menjadi penulis. Gak jadi penulis ya gak apa-apa. Setidaknya, pintar menulis.
“Memang ada kecenderungan seorang bapak agar anaknya memiliki profesi seperti bapaknya ya, Pak?” tanya saya pelan. Agak merenung.
“Jujur saja sebetulnya bukan itu sih, Mas Puthut. Saya hanya ingin dekat dengan anak-anak saya. Kalau mereka jadi dosen di UGM kan berarti tinggal di Yogya.”
Mendengar jawaban itu, saya agak tersentak. Seminggu ini, Kali mulai tidur sendiri di kamarnya. Konon memang sudah saatnya dia berpisah kamar dengan kedua orangtuanya. Tapi saya selalu menyempatkan diri memeluk dan menciumnya saat sudah pulas. Lalu tiduran di sampingnya. Lama. Kadang sampai ketiduran.
Seorang anak mungkin butuh waktu dan nyali untuk ‘berpisah’ dari orangtuanya. Tapi mungkin setiap orangtua butuh waktu jauh lebih lama terpisah dari anaknya. Walaupun sebatas pisah kamar tidur. Seperti saya.