Dulu sekali, seorang kawan berpesan, jika saya menempati rumah atau punya kantor, tanamlah belimbing wuluh di depan bangunan. Bukan di belakang. Kata teman saya, pohon ini punya energi yang adem. Bisa “menetralisir” energi yang panas, yang akan masuk ke rumah atau kantor. Anda percaya boleh, tidak percaya juga tak mengapa. Kalau saya sih percaya.
Tapi sesungguhnya ada dua hal yang saya sukai dari belimbing wuluh. Pertama, karena mungkin saking lamanya saya berinteraksi dengan tumbuhan ini, saya terbiasa menangkap “kode-kode” tertentu yang disampaikan oleh Si Wuluh ini. Tumbuhan ini menurut hemat saya bukan hanya menetralisir energi yang panas, tapi juga “ikut berjuang” dalam setiap persoalan yang terjadi di rumah, tempat dia tumbuh. Kalau tanamannya “nggik-nggiken” alias merana, bisa jadi keluarga atau kantor tersebut sedang mengalami persoalan, terutama yang “tak terucapkan” antaranggota. Tanaman itu sedang mempertaruhkan energinya untuk membantu mengatasi persoalan itu, tentu dengan caranya sendiri, yang tidak mudah kita pahami sebagai manusia.
Sekalipun berbuah, juga berbeda penampakannya apakah keadaan sedang baik-baik saja atau tidak. Kalau sedang baik-baik saja, buah besar, bergerombol banyak, tidak mudah jatuh, dan warna hijaunya lebih lembut. Kalau tidak sedang baik-baik saja, berarti kebalikannya.
Saya sering bercanda dengan beberapa kenalan yang sering jadi evaluator program di lembaga tertentu. Tanam saja pohon belimbing di depan kantor tersebut, supaya para evaluator bisa menangkap apa yang tak tertangkap. Sebetulnya ini hal yang serius, hanya saya sampaikan dengan nada bercanda.
Hal tersebut juga “penting” bagi kita yang bertamu di rumah orang, yang di halaman rumah atau kantor mereka ada pohon belimbing. Sehingga Sang Tamu bisa menyetel kondisi psikologisnya sebelum berbincang, sebelum mengetuk pintu, cukup dengan sesaat mengamati pohon belimbing wuluh tersebut. Itu hal yang saya lakukan jika berkunjung ke Insist. Karena tepat di parkiran Insist, ada pohon belimbing wuluh yang sudah tumbuh besar, dan posisinya agak “wagu”, karena tidak simetris dan tidak ramah pada pengendara mobil yang mau parkir. Tapi justru karena itulah, pohon tersebut menjadi sangat penting, dan saya harap tidak ditebang hanya karena pengendara mobil yang mau parkir perlu bekerja ekstra jika parkiran sedang penuh.
Kedua, ini hal yang lain. Saya punya resep keluarga yang sederhana, dengan bahan wuluh. Saya akan bagikan ke Anda. Potong bawang putih dan bawang merah, masing-masing 5 siung. Rajang cabe rawit 5 buah, dan sisakan yang utuh 5 buah. Iris juga belimbing wuluh barang 3 atau 4 buah. Panaskan wajan, kasih sesendok minyak kelapa, lalu gongso irisan bawang merah, bawang putih, dan cabe. Setelah wangi, kasih satu gelas air. Tunggu sampai mendidih. Baru kemudian cemplungkan irisan belimbing wuluh dan cabe utuh. Nah, sekarang tinggal Anda punya bahan apa. Semua bahan bisa dicemplungkan. Paling mudah adalah tempe. Cuwil-cuwil saja tempe, dan masukkan. Tunggu barang sebentar. Matikan kompor. Kasih garam secukupnya. Sudah. Selesai. Makanlah dengan lahap. Selesai menyantap menu itu, Anda akan mudah bergembira. Selain tempe, bisa juga kita masukkan bandeng atau ikan laut.
Semoga status saya ini berguna. Selamat mencoba…