Ada banyak mitos dalam medsos. Kadang sebetulnya bukan mitos, tapi dinamika perkembangan medsos itu kerap diabaikan atau mungkin tidak diketahui.
Pokok bahasan saya kali ini dalam konteks medsos sebagai media untuk kepentingan bisnis dan penyebarannya.
Anda tentu ingat 8 atau 9 tahun lalu, banyak orang meninggalkan Facebook untuk hijrah ke Twitter. Hijrah yang luarbiasa. Tapi ketika Facebook memperbaiki diri, 3 tahunan yang lalu, mereka yang hijrah kembali lagi ke Facebook. Tapi bukan berarti Twitter berdiam diri. Kini medsos itu cukup stabil dan terus melakukan inovasi.
Beberapa hari ini saya beruntung karena bertemu dengan para pakar medsos dan pengguna medsos sebagai sarana bisnis. Jadi poin-poin yang saya paparkan ini sebetulnya saya rangkum dari orang-orang yang saya anggap pakar, dan praktek yang saya amati bersama para praktisi.
Dulu ketika Twitter berkuasa ada asumsi yang diuji mesin, bahwa sebanyak 10 persen dari follower kita, akan punya impresi terhadap konten kita. Kalau kita jualan, 10 persen follower itu adalah ceruk paling potensial.
Anggapan tersebut sekarang ini mengarah ke Instagram (IG). Benarkah demikian?
Sebelum lanjut ke sana, sebagai informasi awal, sekarang ini banyak pebisnis bahkan pebisnis media yang mengurangi alokasi anggaran mereka untuk beriklan di Facebook. Alasannya ada dua. Pertama karena Facebook terbukti nakal dengan cara mengotak-atik algoritmanya, sehingga membuat mau tidak mau pengiklan harus memasang iklan lebih banyak dan lebih banyak lagi. impresinya dibuat sedemikian rupa makin mengecil. Termasuk termutakhir algoritma jumlah tayangan yang terlihat dalam dalam fitur video Facebook.
Kedua, generasi milenial dan perempuan melakukan hijrah besar-besaran ke Line dan IG.
Dalam proses hijrah ini, maka wajar terjadi rumusan baru sebagaimana hal yang terjadi pada Twitter dulu. Banyak orang atau pebisnis, mungkin dari pengalaman mereka, merumuskan bahwa 10 persen dari jumlah follower akan jadi pembeli.
Jadi misalnya, follower IG Anda ada 1000 orang, maka akan ada 100 orang yang membeli produk Anda. Rumusan ini sangat gegabah.
Sebetulnya yang lebih tepat seperti ini. Jika Anda punya 1000 follower di akun IG Anda, maka 10 persen dari follower Anda akan memberikan impresi. Impresi ini dalam makna yang paling rendah akan menyimak, di level medium akan diekspresikan dengan memberi tanda love, di level yang lebih tinggi lagi akan berkomentar dan meneruskan, dan di level tertinggi: membeli.
Soal berapa banyak dari 10 persen itu yang akhirnya membeli sebagai reaksi tertinggi atas jualan Anda, sampai status ini dibuat, tidak ada yang berani memberikan konklusi.
Tapi pada dasarnya, medsos punya hukum yang mirip satu sama lain. Sekaligus punya karakter yang berbeda. Hal umum yang serupa misalnya apakah akun tersebut dianggap kreatif dan punya karakter atau tidak. Lalu bisa dipercaya atau tidak. Kemudian cepat tanggap terhadap respons atau tidak. Gimiknya bagus, kreatif, berkatakter, tapi kalau dikontak gak segera membalas ya sama saja. Kepercayaan akan luntur. Barangnya bagus, harganya bagus, tapi gimiknya buruk, siapa yang tertarik melihatnya?
Jadi semua elemen itu penting untuk digarap. Barang dagangan bagus, iklannya dikerjakan dengan kreatif, didiseminasikan dengan efektif dan efisien, CS-nya responsif, itu sudah.
Dan dalam mengkaji medsos, singkirkan soal suka atau tidak suka. Saya tidak punya akun Line. Juga saya tidak suka dengan karakter medsos Line. Tapi data menunjukkan terdapat migrasi yang sangat besar ke medsos tersebut. Efektif untuk mendiseminasikan isu, dan bagus untuk jualan. Ya saya harus katakan bahwa jika Anda mau berbisnis dan mempertimbangkan opinion leader, masuklah ke Line. Sekalipun saya tidak menggunakannya.
Sebagaimana saya suka karakter Facebook, tapi saya memang harus mengatakan bahwa untuk bisnis, akun ini sudah tidak ramah. Karena mempermainkan algoritma untuk mengeruk uang.
Sekali lagi ini dalam konteks bisnis ya. Bukan dalam konteks akun-akun personal. Kalau yang personal sih, santai saja. Sepanjang ada gunanya, silakan…
Status ini sekaligus untuk panduan bagi para timses Pilkada. Jangan sampai salah beli barang ke konsultan medsos dan digital.