Saya, juga kebanyakan teman saya, pernah mengalami hal buruk. Kadang itu karena kekeliruan kami. Kadang juga karena keteledoran belaka. Tapi ada juga yang murni fitnah. Kadang bisa diatasi. Tapi sering kali tidak. Hanya bisa diam.
Sering kali terjadi, beberapa teman saya mengalami masalah yang tidak bisa mereka atasi. Desas-desus, publik terbatas, sudah telanjur menghakimi mereka. Bahkan kadang teman dekat sendiri, tanpa sikap yang jernih, langsung ikut menghakimi.
Pada hal yang seperti itu, jika saya dimintai tolong, saya pun tak bisa melakukan apa-apa. Paling saya hanya bisa menjawab: Karena ini urusannya antara manusia dengan manusia, maka nanti akan ada jawabannya. Waktu akan memproses itu semua. Watak manusia diuji oleh waktu. Orang baik bisa dizalimi orang yang tidak baik. Bisa difitnah. Tapi orang baik akan terus memperbaiki diri sementara orang tidak baik akan mengulang perbuatan yang kurang lebih sama kepada orang lain. Akan begitu. Biasanya begitu.
Sudah beberapa bulan ini, saya menyaksikan sendiri bagaimana semua akhirnya menemukan jalan cerita. Orang-orang tak baik itu mulai ketahuan belangnya. Di titik itu, saya ada pada persimpangan perasaan.
Di satu sisi, saya ingin bersyukur bahwa akhirnya waktu bisa menjadi hakim yang baik. Tapi di sisi lain, itu artinya melepas dendam dengan cara lain. Bukankah sebetulnya saya atau siapapun bisa mendoakan orang-orang itu agar tidak meneruskan kelakuan mereka yang tidak baik? Bukankah setiap kelakuan yang tidak baik akan melukai para pelaku sendiri?
Tapi di atas semua itu, saya makin menyadari betapa tidak mudah menjadi manusia. Apalagi jika menyangkut moralitas. Begitu rumit dan kompleks. Irisan, arsiran, mozaik, perca, gradasi, dan sekian pola tak teratur bekerja di bawahnya.
Ruwet. Tapi begitulah hidup.