Performa AS Roma di musim ini buruk sekali. Kalau soal peringkat, lumayan. Setidaknya tim serigala masih bersaing ketat dengan 4 klub lain untuk berebut tiket gratis ke Liga Champions.
Tapi soal kualitas bermain, sungguh menyedihkan. Di musim ini, belum pernah sekalipun saya menonton permainan Roma sampai tuntas. Kesal dengan permainan mereka yang amburadul. Semenjak ditinggalkan empat pilar pemain pentingnya seperti Salah, Nainggolan, Alisson, dan Strootman, Roma sudah bukan lagi sekumpulan serigala yang keras dan cepat, kadang bahkan cenderung kasar. Kini, Roma tak lebih dari sekawanan domba yang mudah dikacaukan hanya oleh serbuan kucing hutan.
Memang Roma punya beberapa pemain muda yang potensial seperti Under, Pellegrini, Justin Kluivert, dan Zaniolo. Tapi jam terbang mereka masih sangat kurang, plus salah asuh yang dilakukan oleh pelatih Difra.
Kedatangan Ranieri Si Tukang Patri memang sejenak meneduhkan bagi para romanisti. Hanya saja semua tahu, Ranieri hanya datang untuk mematri kebocoran parah loyang permainan Roma.
Roma butuh pelatih baru, dan kabar gembira datang ketika tim manajemen Roma melakukan pendekatan dengan Antonio Conte. Juru racik dengan muka misterius itu sungguh dibutuhkan Roma. Gaya Italianya masih kental, tapi kengototannya juga kuat plus pintar mengelem lapis demi lapis permainan sehingga tampak rapat. Lagi-lagi, Roma apes. Sebab Inter juga mendekati Conte. Saya kira wajar jika Conte kelak bakal memilih Inter. Komposisi pemain dan finansial Inter lebih menjanjikan dibanding Roma.
Agak berat bersaing dengan Inter dalam mendapatkan Conte, Roma membuat manuver aneh. Mereka mendekati Mourinho. Sontak, pergerakan ini menuai badai kecaman dari romanisti sedunia. Para fans serigala tahu, mereka bukan hanya butuh tropi dan kemenangan tapi juga permainan khas Roma yang ganas. Sementara Mou, kita tahu, paling suka memakai taktik parkir bis. Kalau dia membesut Roma, sudah pasti bukan parkir bis melainkan parkir mikrolet, mengingat pemain Roma kualitasnya hanya sebanding dengan kualitas pemain lapis dua Juventus.
Itu pun, Roma mesti bersaing dengan PSG untuk mendapatkan tandatangan Mou, dan pelatih yang sedang menganggur itu memberi syarat mau melatih Roma jika kesebelasan ini lolos ke Liga Champions.
Secara realistis dan dari kacamata bisnis, kalau dua poin di atas terlewati, Mou lebih punya kans besar melatih Roma. Memang, kedatangan Mou kembali ke Liga Italia akan membuat iklim sepakbola negeri Pizza ini akan bertambah semarak. Akan ada banyak lontaran Mou yang dikutip para wartawan. Akan banyak adu mulut antarpelatih, dan kemungkinan Mou akan mendatangkan pemain-pemain bintang ke Roma.
Masalahnya, Roma bukanlah kesebelasan berisik. Dari dulu kesebelasan ini tak suka gosip dan gugon tuhon yang aneh. Roma serupa dengan pembunuh bayaran yang menembak mati secara tiba-tiba targetnya di sebuah kedai kopi berkelas. Lalu meninggalkan korban dengan berjalan tenang, melewati para borjuis yang terkencing di celana mereka, menyaksikan adegan cepat dan mengagetkan itu.
Kesebelasan seperti itu, tak akan cocok dilatih Mou. Kecuali, Mou mengurangi banyak pertingsing dalam hidupnya. Lalu bermetamorfosa menjadi Don sejati. Don yang sederhana, tenang, tapi disegani.