Semalam, di dinding fesbuk ini, seorang kawan mengingatkan saya akan burung emprit. Burung kecil, bergerombol, yang sering membuat repot petani padi. Sebab sekali turun ke sawah, ribuan bahkan mungkin puluhan ribu burung emprit siap menggasak padi yang hampir panen.
Saat remaja dulu, seorang teman saya pernah mengajak saya mencari emprit. Memang berulang kali, hampir setiap malam dia berhasil membawa satu ember penuh burung emprit dengan modal sebuah senapan angin. Burung-burung itu digoreng kering dengan bumbu garam, bawang putih dan kunyit. Rasanya gurih sekali. Lalu dimakan ramai-ramai dengan nasi hangat dan sambal bawang. Sedaaap!
Akhirnya saya mau diajak berburu emprit. Kami, beberapa orang, mengendap dalam gelap. Di sebuah pohon tempat ratusan burung emprit itu “bermalam”, kawan saya membidikkan senapan anginnya. Ngawur saja.
Bbbrrrrreeet!
Lalu bleberrrr… ratusan burung-burung emprit itu terbang dari pohon itu. Bersamaan dengan kejadian itu, ketepak ketepuk, burung-burung emprit berjatuhan. Belasan. Tentu saya heran, bagaimana mungkin satu butir peluru bisa membuat jatuh belasan burung emprit?
Akhirnya setiap kali teman saya membidik ke arah pohon yang lain, saya memperhatikan dengan jeli. Dari mulai peluru dilesatkan sampai luka-luka di tubuh burung-burung kecil itu. Kemudian saya menyimpulkan.
Sebagian besar burung yang jatuh jelas bukan karena kena peluru. Bahkan 99 persen tidak kena peluru. Tapi karena kaget. Ketika kaget, burung-burung itu mungkin ada yang menabrak ranting, atau bahkan menabrak sesama burung, dan jatuhlah mereka.
Maka benar kata orang-orang tua dulu. Jadi orang jangan kagetan. Nanti nasib kita kayak emprit itu. Mati bukan karena peluru persoalan yang menghantam kita, melainkan dari rasa kaget belaka. Menabrak ke sana ke mari. Lalu jatuh.
Selamat pagi…