Kami berangkat ke masjid agak terburu-buru, karena saat Subuh diumumkan kalau salat Ied dilaksanakan pukul 06.15. Tapi ternyat salat baru dimulai menjelang pukul 07.00.
Dalam penantian yang agak panjang itu, Kali tertidur di dalam masjid. Dia mengambil posisi sujud, lalu tidur. Sangat lelap. Mungkin semalam kecapekan karena menikmati malam Lebaran di kampung.
Ketika salat dimulai, Kali saya bangunkan dengan cara mengelus punggungnya sambil saya bisiki. Tapi bocah itu tetap tidur dalam posisi sujud. Saya tidak memaksanya. Akhirnya ketika semua orang menunaikan salat Ied, ada seorang bocah yang tertidur dalam posisi sujud.
Pas sujud pertama dilakukan, Kali melek. Saya meliriknya. Ketika duduk di antara dua sujud, Kali bangun, langsung ikut posisi tersebut. Ketika sujud lagi, Kali ikut lagi. Saat kami berdiri untuk melaksanakan rakaat kedua, Kali ikut berdiri.
Mukanya tenang saja. Anteng. Kayak gak terjadi apa-apa. Bocah itu menyelesaikan hingga tuntas. Saya antara menahan tawa sambil agak kagum. Tidak ada sikap panik di diri Kali. Jangan tanya soal kekhusyukan, ya blas gak khusyuk.
Ketika khatib naik ke mimbar untuk melakukan khotbah, saya menunggu Kali bosan. Benar. Dia mulai menyenggol-nyenggol paha saya. “Mau pulang?” tanya saya dengan sigap.
Kali mengangguk mantap. Saya memberinya kode untuk melipat sajadah, lalu berkemas. Kami menerobos barisan orang-orang yang masih anteng mendengarkan khotbah.
Tentu saja saya pede karena orang-orang di belakang saya pasti melihat Kali tertidur, dan mereka berpikir saya pulang karena mengantar Kali.
Sesampai di rumah, saya langsung klekaran. Saya juga ngantuk dan pengen rebahan. Sungguh Kali paham apa yang dirasakan bapaknya ???