Jokowi adalah kartu As PDIP. Dorongan suara dari masyarakat agar Jokowi maju sebagai capres dari PDIP semakin menguat. Salah mengelola isu tentang Jokowi, rakyat bisa menghukum PDIP untuk kedua kali.
Kita semua mahfum, hukuman rakyat yang pertama kali dijatuhkan kepada PDIP terjadi di tahun 2004. Suara PDIP anjlok. Ada banyak hal yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Pertama karena di saat punya kesempatan menggantikan posisi Gus Dur sebagai preaiden di tengah jalan, Megawati nyaris tidak punya prestasi. Kedua, wakil-wakil rakyat di parlemen baik tingkat pusat maupun daerah dianggap tidak banyak membela kepentingan wong cilik.
Pemilu 2009 tampaknya rakyat masih belum sepenuhnya kembali percaya kepada PDIP. Tapi prestasi partai moncong putih ini mulai mengkilap ketika banyak anggota partai politik kena kasus korupsi, relatif tidak banyak anggota pejabat eksekutif dan legislatif PDIP yang kena kasus. Setidaknya tak banyak yang mendapatkan sorotan luas dari media massa. Namun sesungguhnya yang membuat partai pimpinan Megawati ini makin kinclong performanya karena berhasil ‘menemukan’ orang-orang seperti Jokowi dan Risma.
Sekalipun berbagai survei mengunggulkan Jokowi namun PDIP tampak masih bimbang mencalonkan Gubernur DKI tersebut. Salah satu alasannya adalah supaya tidak banyak cara menjegal Jokowi yang akan dilakukan oleh para rival politiknya di jauh hari. Namun alasan yang sifatnya desas-desus itu lemah. Pemimpin diuji pada saat ia menyelesaikan tantangan. Jokowi diuji saat ia tangkas menuntaskan persoalan. Lihat saja persoalan banjir di Jakarta. Sekalipun para rival politiknya mengepung, Jokowi justru dielu-elukan oleh para korban banjir.
Jadi apa kemungkinan terburuk yang sedang didesain oleh para politikus dan petinggi PDIP atas Jokowi?
Saya menduga Jokowi hanya dimunculkan sebagai ‘barang dagangan’. Kalau tidak, apa susahnya mendeklarasikan Jokowi sebagai calon presiden sebelum pileg? Padahal jika dilakukan maka akan ada peningkatan suara yang akan diraih PDIP hampir dua kali lipat. Namun tampaknya partai ini sengaja hanya mau memajang dan mengelus-elus Jokowi. Tidak lebih dari itu.
Tapi belakangan ini suara rakyat yang menginginkan Jokowi segera dideklarasikan menjadi capres makin masif. Kemungkinan besar karena banyak masyarakat yang sadar bahwa mereka hanya akan diberi cek kosong dan janji busa. Mereka diberi asupan informasi tak jelas yang seakan-akan menyatakan bahwa Jokowi akan tetap diusung menjadi capres. Tapi ketika suara sudah terkumpul banyak, siapa yang menjamin hal itu terjadi? Tidak ada yang bisa menjamin Jokowi akan dijadikan capres oleh PDIP ketika partai ini mendapatkan tambahan suara banyak dari pendukung Jokowi.
Melihat antusiasme para pendukung Jokowi, sepertinya ada taktik-taktik licin yang dipakai. Mulai dari Jokowi akan dipasangkan dengan Puan, akan dipasangkan dengan Risma, bahkan yang termutakhir akan dipasangkan dengan Rieke.
Namun pendukung Jokowi bukan kumpulan orang bodoh. Mereka akan memilih PDIP karena faktor Jokowi. Dan mereka sadar bahwa segala kemungkinan bisa terjadi jika hanya diberi janji Jokowi akan diumumkan menjadi capres setelah melihat hasil pileg. Segenap omong-kosong politik seperti itu ditangkap dengan jernih oleh pendukung Jokowi. Tidak ada lagi desas-desus dan kabar angin. Tidak ada janji-janji. Isi cek sebelum pertandingan dimulai. Umumkan Jokowi menjadi capres sebelum pileg maka mereka akan berduyun-duyun ke bilik suara.
Kini saatnya PDIP mengambil keputusan apakah berani mengisi cek dengan mendeklarasikan Jokowi sebagai capres sebelum pileg atau tidak? Jika tidak, kemungkinannya bukan sekadar kehilangan separuh potensi suara tapi jutaan orang yang kecewa akan berbalik memuntahkan serangan mereka ke partai ini. Jika itu yang terjadi, rakyat akan menghukum PDIP untuk yang kedua kali.
Dan hukuman kedua biasanya lebih kejam dari hukuman pertama.