Secara kultural, sebetulnya saya lebih terbiasa dengan dagelan ala Kartolo dan Basman. Tapi semenjak Den Baguse Ngarso, Kuriman, Sronto, dan Pak Bina sering nongol di televisi, saya mulai terbiasa dengan dagelan Mataraman. Terlebih ketika kenal Bagor.
Suatu malam, kami berdua mampir ngeteh di warung Pak Mbendol. Begitu teh nasgitel gula batu disajikan Pak Mbendol, Bagor langsung bertanya, “Iki kira-kira aku mbok bonusi koran apa, Pak?”
Pak Mbendol yang juga terbiasa guyon, mikir. “Bonus koran pripun to, Den?”
Bagor lalu mengambil gula batu yang sudah berada di dalam gelas teh. Dia meletakkan gula itu di atas cawan. “Nah, ini saya dapat bonus koran KR!” katanya sambil mengeletek koran yang lengket di gula.
Bajingan. Batin saya. Ini bisa bikin Pak Mbendol nesu ini. Tapi ternyata penjual yang sabar itu cuma tersenyum kecut.
“Cuma di sini lho, Pak Mbendol… Saya bisa beli teh bonus koran!”
Teriakan Bagor itu kontan membuat orang-orang yang sedang ngeteh, secara otomatis mengecek gula batu masing-masing.
“Kowe entuk bonus apa, Mbut?” tanya Bagor ke saya. Pelan saya memeriksa koran yang menempel di gula batu saya. “Jawa Pos ini…” jawab saya setelah memastikan keletekan koran itu.
“Kamu dapat bonus apa, Mas?” tanya Bagor kepada orang di sampingnya. Saya melirik Pak Mbendol. Mukanya tampak ora karu-karuwan. Ambyar. Tapi tetap tersenyum.
Esok malamnya, saya dan Bagor kembali ngeteh ke tempat Pak Mbendol. Tapi Bagor heran, Pak Mbendol sudah menyajikan gula batu dengan kualitas yang lebih baik.
“Wah, kok sudah ndak ada bonusnya, Pak?” tanya Bagor crigis. Pak Mbendol cuma tersenyum.
Giliran membayar, Bagor kaget, karena harga teh nasgitelnya melambung. “Lha ini kok harganya menjerit ya, Pak…”
Pak Mbendol menjawab kalem. “Lha kalau mau harganya tersenyum besok ke sini lagi, saya bonusi koran yang sudah pernah dipakai membungkus gereh, lalu dipakai lagi membungkus gula batu. Rasanya jos, Den…”
“Waaa jebule Pak Mbendol nesu, to…”
“Ya ndak nesu…”
Tapi memang untuk urusan cangkem, Bagor agak ndrawasi. Tapi ada yang lebih ndrawasi lagi yakni semacam penyakit “mudah lupa” sebagaimana yang pernah terjadi ketika dia berbuka puasa dengan orangtuanya, dan ada daging babi di meja makan.
Sekarang, Bagor memang pemakan babi. Tapi dia tidak memakan anjing. Bahkan cenderung sayang kepada anjing. Suatu saat, setelah menikah dan tinggal di Mbintaro, Bagor mendadak menulis surat yang panjang kepada orangtuanya. Surat yang bertele-tele dan copas sana-sini itu, hanya berisi satu permintaan: Karena dia sudah menikah, minta izin memelihara anjing.
Jawaban kedua orangtuanya juga berupa surat. Cuma ringkas: “Kalau kamu memilih memelihara anjing, berarti tidak sayang kepada kami. Tertanda: orangtua yang selalu menyayangimu.”
Akhirnya Bagor memilih mengoleksi boneka anjing-anjingan. Lalu boneka anjing-anjingan sejumlah 5 buah itu, diletakkan di rumah-rumahan, mirip kandang anjing, dengan tulisan besar: “Demi cinta anak kepada orangtuanya.”
Boneka-boneka anjing dan rumah-rumahan itu selalu disembunyikan jika orangtuanya datang.
Suatu kali, saat ulangtahun, Bagor dihadiahi kaos oleh seorang temannya. Tiga buah kaos dengan desain yang sama tapi warnanya berbeda. Kaos tersebut bertuliskan: Iwak Asu. (Lihat visual di status ini).
Ini plesetan visual ala Yogya. Maksudnya adalah daging anjing. Tapi diplesetkan menjadi gambar iwak atau ikan seperti ikan tongkol, dengan muka anjing. Kaos ini sebetulnya untuk orang yang suka makan daging anjing. Berhubung desainya ciamik, Bagor yang gak suka makan daging anjing pun sungguh bergembira.
Hampir tiap hari kaos-kaos itu dipakai bergantian. Hingga suatu saat, orangtuanya berkunjung ke Mbintaro. Ketika ibunya melihat Bagor memakai kaos itu, beliau hanya bisa berujar pelan, “Nak, apa di Jakarta ini gak ada orang yang jualan kaos lebih baik dari kaos yang sedang kamu pakai?”
Muka Bagor langsung pucat. Dia kemudian masuk ke kamar. Keluar lagi dengan kaos bertuliskan: “Masjidku Istanaku”.
Suatu kali, karena prestasi kerjanya yang bagus, Bagor dikirim oleh kantornya untuk kuliah S2 di Boston dengan beasiswa penuh, tanpa potong gaji. Ketika sedang mengepak baju, Bagor meminta istrinya agar kaos “Iwak Asu” yang sudah disimpan bertahun-tahun dibawa. Ketika istrinya agak bingung, Bagor cuma bilang, “Ibuku gak mungkin tahu kalau aku memakai kaos itu waktu di Amerika…”
Kaos itu adalah kaos yang paling sering dipakai Bagor saat mukim di Boston.
Suatu saat, malam sepulang mengerjakan tugas kuliah, Bagor makan dengan ditemani Irma, istrinya.
“Ma, ternyata di Boston ini juga ada preman…”
“O ya?”
“Ya. Tapi gak terlalu seram. Aku cuma dipalak dimintai rokok kretek.”
Bagor memang selalu merokok jenis rokok kretek.
Ternyata palakan itu menjadi semacam rutinitas. Di hari-hari tertentu jika Bagor pulang malam hari, dia harus merelakan separuh rokok kreteknya diminta preman Boston.
Suatu saat, ketika preman-preman itu sedang meminta rokok ke Bagor, mereka heran dengan kaos “Iwak Asu” yang sedang dipakai Bagor. Mereka lalu bertanya, “Binatang apa ini, kok aneh sekali?”
Akhirnya Bagor menjelaskan panjang lebar soal kaosnya, termasuk kebiasan teman-temannya makan anjing. Preman-preman Boston itu bingung, “Apa? Anjing dimakan? Mereka semua psikopat?”
Semenjak itu, Bagor tak pernah lagi dimintai rokok. Dan mereka segan dengan Bagor. Bahkan mereka memberi panggilan khusus untuk Bagor: Bro from Java.
Begitu lulus dan pulang ke Indonesia, orangtua Bagor sungguh bangga dengan Sang Anak. Tidak mengira bahwa anaknya yang dulu gak tembus-tembus UMPTN UGM kini lulusan universitas di Amerika. Susah membayangkan orang dengan mental ambyar seperti Bagor, kini duduk di posisi penting di sebuah perusahaan BUMN top di Indonesia.
Orangtuanya langsung mengunjungi Bagor ke Mbintaro. Mereka melepas kangen. Lalu Bagor pamer foto-fotonya saat ada di Boston lewat laptopnya kepada kedua orangtuanya.
Di luar dugaan, kedua orangtuanya tampak murung seketika. Irma langsung menepuk jidatnya.
“Nak, kamu boleh kuliah tinggi. Ibu bangga sekali. Tapi prestasimu harus diikuti akhlakmu. Masak anak Ibu pakai kaos “Iwak Asu” begitu? Di luar negeri lagi. Apa itu tidak mempermalukan negerimu?”
Bagor terdiam. Mukanya langsung mlotrok. Irma masuk ke kamar mandi. Cekikikan sendiri.