Laki-laki kaya itu, punya hobi yang hampir mirip dengan kebanyakan orang-orang kaya lain di negeri ini. Salah satunya, punya kesukaan pada mobil. Karena itu, di beberapa kota yang kerap dia singgahi untuk urusan bisnis, tersedia dua jenis mobil yang dia paling suka, dengan merek dan seri yang sama.
Suatu sore, di salah satu kota tersebut, setelah menyelesaikan urusan bisnisnya, seperti biasa dia diantar oleh sopirnya pulang ke salah satu rumahnya di kota itu. Ketika melewati salah satu sudut di jantung kota, mendadak dia minta sopirnya menghentikan mobil. “Coba kamu tanyakan ke satpam yang menjaga rumah di pojokan bercat kuning itu. Tanyakan siapa pemiliknya, nomor kontaknya, dan apakah ada kemungkinan rumah itu dijual.”
Si sopir segera meminggirkan mobil. Dia pun keluar dari mobil itu, berjalan menyeberang jalan, menemui satpam yang dimaksud.
Tepat di saat itu, dari arah belakang, sebuah mobil boks menghantam mobil yang sedang diparkir, yang di dalamnya ada Orang Kaya tersebut. Benturan keras terjadi. Mobil penyok bagian belakang. Tapi beruntung, si penumpang tidak mengalami luka apapun.
Orang-orang datang mengerubuti. Si sopir penabrak diamankan warga. Si sopir pribadi langsung menyeberang lagi. Dia memastikan bosnya baik-baik saja. Satu mobil polisi datang, disusul satu mobil lain berisi sekretaris Orang Kaya itu.
“Siapa yang menabrakku?” tanya Orang Kaya itu kepada tiga orang yang mengelilinginya: seorang perwira polisi, sekretaris pribadinya, dan sopir pribadinya.
“Sopir boks, Pak.” jawab sekretarisnya, seorang perempuan paruh baya yang terlihat begitu tegas dan berwibawa.
Laki-laki kaya yang hampir berusia 70 tahun itu lalu berujar pelan kepada perwira polisi di dekatnya. “Ya sudah. Tolong jangan dibikin ribut. Kasihan. Dia orang kecil. Bebaskan dia. Minta dia perbaiki mobil boksnya, aku yang menanggung ongkosnya.”
“Siap, Pak!” Perwira polisi itu menganggukkan kepala, lalu menyalaminya, dan pergi untuk menyelesaikan urusan yang dititahkan kepadanya.
Orang Kaya itu lalu memalingkan mukanya kepada sekretaris pribadinya, “Coba kamu cari informasi, dari perusahaan apa mobil boks itu. Kamu kontak pemiliknya. Siapa tahu perusahaan itu mau dijual. Sepanjang hidupku, kalau aku kecelakaan, orang yang menabrakku selalu punya usaha yang bagus. Dan biasanya bersedia aku beli.”
“Saya sudah tahu perusahaannya, Pak.”
“Bagus?”
“Bagus sekali, Pak.”
“Siapa yang punya?”
“Bapak.”
Laki-laki kaya yang sorot matanya penuh pesona itu terlihat kaget. “Maksudmu?”
“Iya, Pak. Mobil boks itu adalah salah satu mobil dari salah satu perusahaan Bapak di kota ini.” ujar si sekretaris itu dengan muka datar.
“Oh…” laki-laki itu melambaikan tangannya. Memberi tanda agar sekretarisnya segera pergi.
Giliran wajah laki-laki kaya itu menatap sopir pribadinya yang masih pucat.
“Mobil sudah diangkut?”
“Mobil derek sedang menuju ke sini, Pak. Mobil Bapak satunya lagi sudah sampai di sini.” ujar sopir itu dengan suara agak gemetar sambil menunjuk mobil dengan merek dan seri sama persis dengan mobil yang sudah ringsek bagian belakangnya.
Laki-laki kaya itu dengan langkah tenang seperti tidak terjadi apa-apa, menuju ke mobilnya yang sudah terparkir. Si sopir segera berlari. Membukakan pintu. Lalu dia masuk ke ruang kemudi. Mobil berjalan pelan…
Setelah beberapa ratus meter mobil berjalan, Orang Kaya itu bertanya kepada sopirnya. “Sudah ketahuan siapa yang punya rumah bagus bercat kuning itu?”
“Sudah, Pak.
“Apakah ada kemungkinan dijual?”
“Itu yang saya tidak tahu, Pak.”
“Sepanjang aku hidup, tidak ada rumah yang tidak dijual. Asal kita membelinya dengan harga tinggi. Kalau perlu, sangat tinggi.”
Si sopir mengangguk.
“Siapa yang punya rumah itu?”
“Bapak, Pak.”