Setelah berpuasa mutih selama 3 hari dan menyepi di pinggir pantai selama 5 hari, suatu pagi Rusli pulang ke rumah kontrakannya. Di depan dua ekor kucing yang sering mampir di depan rumah kontrakannya itu, Rusli mengucapkan sebuah keputusan yang disebutnya sebagai “keputusan politik berdasarkan pengalaman manusiawi”.
Selama dua bulan bekerja sebagai sopir di sebuah perusahaan rental mobil, laki-laki yang sebentar lagi berusia 28 tahun itu merasa telah mendapatkan pelajaran hidup yang paling penting. Pelajaran itu dimulai ketika dia baru bekerja di hari kedua. Saat dia mau menjemput tamunya di sebuah hotel, di tengah jalan, dia menyaksikan seoang remaja menabrak seorang ibu yang membawa belanjaan dari pasar. Dia langsung memarkir mobilnya, bersama beberapa orang lain dia membantu dua orang yang terkapar itu. Tapi orang-orang mulai pergi satu persatu ketika polisi datang. Hanya Rusli yang tertinggal seorang diri. Dia membawa kedua orang itu ke Puskesmas terdekat untuk memeriksakan dua korban itu, mengantarkan mereka ke kantor polisi terdekat dan ikut menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diulang-ulang. Hampir empat jam Rusli mengurus semua itu. Empat jam yang kemudian membuat dia didamprat habis-habisan oleh majikannya, dan nyaris dipecat dari pekerjaannya.
Kejadian kedua terjadi ketika dia baru saja menyelesaikan rute panjang menyopir. Dia disewa selama 7 hari keliling 4 kota oleh dua fotografer yang sibuk memotret candi-candi. Selain mendapatkan bayaran yang cukup banyak, dia juga mendapatkan tip lumayan. Begitu sampai rumah, saking lelahnya, dia segera masuk kamar hendak tidur. Tapi tetangga kontrakannya datang mengetuk pintu. Seorang laki-laki berumur 40an tahun. Dia meminjam sepeda motornya untuk membeli sesuatu. Sampai pagi, motor Rusli tak kembali. Ketika dia mengetuk pintu rumah tetangga yang meminjam motor, seorang ibu sepuh menangis keras dari dalam rumah sambil masih menggenggam telepon genggam. Anak laki-lakinya, peminjam sepeda motor, ditangkap polisi karena menjual narkoba. Lagi-lagi Rusli harus berurusan dengan polisi. Dan selama beberapa minggu, sepeda motornya harus menginap di kantor polisi.
Tidak lama dari kejadian itu, ketika pulang dari bekerja, Rusli mampir di sebuah toko swalayan untuk membeli sabun dan sikat gigi. Di depan toko, tampak seorang penjual sapu, yang sudah sangat tua dan ringkih. Rusli lalu memberi uang 10 ribu rupiah, sambil menjepret laki-laki itu dengan kamera hapenya. Iseng dia mengunggah hasil jepretannya di Facebook. Alih-alih mendapatkan simpati dari teman-teman Facebooknya, Rusli malah dimaki-maki. Mulai dari dituduh suka pamer sampai dibilang sedang mencari popularitas.
Seminggu sebelum dia memutuskan berpuasa mutih 3 hari, dan menyepi di pinggir pantai, pintu kontrakan Rusli diketuk beberapa orang sesaat setelah azan Isya” usai dilantunkan. Tiga orang berdiri di depan pintu dengan mulut berbau alkohol. Rupanya mereka bertiga memberikan amplop untuk coblosan Pilkada yang akan dihelat keesokan harinya. Rusli hendak menampik, tapi dia berhitung akan berbahaya jika ketiga orang itu tersinggung. Akhirnya ketika ketiga tamunya pergi, Rusli mengeluarkan sepeda motor, dan dia mencari siapa orang yang pantas diberi uang itu. Dia tidak mau jadi korban politik uang. Di saat itulah, Rusli melihat ada seorang ibu dan bocah laki-laki yang kelihatan kuyu dan kumal, berjalan dengan barang bawaan banyak sekali. Rusli memberikan amplop yang belum dibukanya kepada ibu tersebut. Tepat di saat itu, sebuah mobil lewat dan segera mengerem. Beberapa orang keluar. Lalu tanpa babibu, Rusli dihajar. Rusli hanya sempat mendengar bahwa dia dituduh sedang merusak suara di daerah tersebut dengan membagi-bagikan uang. Rusli pingsan. Ketika Rusli siuman, dia masih di tempat yang sama. Tak berapa lama kemudian azan Subuh terdengar. Tidak ada orang yang menolongnya. Tidak seorang pun.
Di depan dua kucing yang terlihat lapar itu, Rusli mengucapkan keputusan suci. Dia berjanji tidak akan mau menolong orang lagi. Bagi dia, menolong orang adalah sebuah upaya membuka pintu malapetaka bagi diri sendiri. Semenjak itu, setiap kali Rusli melihat teve atau media sosial yang ada kalimat-kalimat atau pesan-pesan memotivasi orang untuk saling menolong, Rusli hanya bilang, “Taek.”
Semenjak itu, hidup Rusli jauh dari masalah, rezekinya banyak, dan hatinya terasa damai.