Seorang anak muda datang kepada seorang alim. Anak muda itu mengeluhkan perilaku kakaknya yang suka sekali dengan keris. “Perbuatan kakak saya itu sudah mengarah ke laku syirik, Pak Yai…”
Laki-laki yang disebut Pak Yai itu cuma diam saja. Menyeruput kopinya. Menikmati ududnya. “Syirik gimana, Nak?”
“Lha keris itu dicuci, dipandang, dinikmati… Seakan-akan itu benda yang sangat penting dalam hidupnya.”
“Lha kamu ya setiap hari mencuci mobilmu, memandang mobilmu, menikmati kemewahan mobilmu. Lha terus apa bedanya kakakmu menghayati kerisnya dengan kamu yang juga menghayati kemewahan mobilmu?”
“Tapi dia merasa kerisnya itu seakan menyelamatkan hidupnya. Merasa aman dan nyaman dengan kerisnya.”
“Kamu punya ATM dengan sejumlah uang di dalamnya, kamu punya uang tunai di dompetmu, kamu juga merasa aman dan nyaman dengan semua itu. Terus apa beda antara kakakmu dan kerisnya dengan kamu dan uangmu?”
“Lha tapi dia sangat percaya kerisnya punya tuah, punya kekuatan, seperti menggenggam kekuasaan, Pak Yai…”
“Kamu itu ya sama saja. Sama kayak orang lain juga. Baru jadi direktur LSM, Kapolres, Danramil, petugas pajak, kepala cabang, timses capres, dosen, penulis, dll. Baru menggenggam jabatan dan profesi kayak gitu saja juga merasa punya kekuasaan luarbiasa. Bahkan cenderung semena-mena terhadap orang lain. Terus apa beda kakakmu dan kerisnya, dengan mereka yang merasa menggenggam kekuasaan?”
Anak muda itu diam. Dia hampir bicara lagi. Tapi tidak jadi. Keningnya berkerut. Setiap kali ada pernyataan yang melintas di kepalanya, disambar sendiri dengan pernyataan lain.
“Sudahlah, Nak. Jadi orang itu yang biasa saja. Bekerja yang baik, belajar yang baik, beribadah yang baik, tidak usah menilai dan menakar orang lain. Memangnya kamu, saya, kita, ini siapa? Belajar menjadi orang biasa saja. Tidak usah kemaki dan kemlinthi kayak sudah menggenggam kebenaran hakiki. Sudah, silakan nikmati kopi. Bawa rokok atau enggak?”
“Lupa, Pak Yai…”
“Lha ya itulah. Datang bawa masalah, malah lupa bawa rokok. Ini rokokku ambil saja.” ucap sang alim itu sambil mengulurkan sebungkus rokoknya.