Di salah satu bagian hutan Amazon, terjadi kerusakan lingkungan yang cukup parah. Pada pertengahan tahun 90’an, dua ahli lingkungan yakni Daniel Janzen dan Winnie Hallwachs membuat sebuah eksperimen menarik. Mereka meminta sebuah pabrik minuman berbahan jeruk agar sudi membuang kulit jeruk di hamparan lahan yang telah rusak itu. Pihak pabrik menyetujuinya. Total mereka ‘membuang’ 12.000 ton kulit jeruk di hamparan tersebut.
Hampir tidak ada intervensi apapun yang dilakukan di sana, tapi 16 tahun kemudian, hamparan tandus itu sudah penuh dengan pepohonan yang tinggi dan kuat. Aneka hewan pun ikut menghuni tempat itu.
Di desa Munduk, ada seorang petani yang juga saya kagumi, punya ikhtiar serupa. Bali dikenal memiliki banyak upacara keagamaan. Bahan upacara itu 99 persen organik: daun, buah, dan bunga. Selesai upacara, seringnya menjadi ‘sampah’.
Bli Komang Armada punya inisiatif untuk mengumpulkan sampah itu. Lalu dia olah di kebunnya menjadi pupuk cair. Pupuk itu dipakai untuk memupuk aneka tanaman di kebunnya, terutama pohon-pohon cengkeh. Hasilnya juga luarbiasa. Selain tanahnya subur, pohon cengkehnya juga sangat produktif. Berat massa tiap butir cengkehnya berbeda dari kebanyakan, dan rasa pedasnya jauh lebih kuat.
Soal bagaimana membuat sampah cair, dan teknis lain, biar nanti ditulis dan dibagikan langsung oleh Bli Komang.
Tapi yang jelas, ada salah satu kekhawatirannya. Para petani sering tidak peduli pada perpindahan biomassa di lahan mereka. Misal di Munduk. Munduk dikenal penghasil bunga untuk upacara. Puluhan ton setiap pagi, bunga-bunga dari Munduk dikirim ke segenap penjuru di Bali. Itu artinya ada biomassa yang keluar dari lahan. Dan itu jarang diperhatikan. Kalau mau imbang, input dan outputnya harus dipertimbangkan. Jika ada 1 keluar, harus ada 1 yang dimasukkan.
Tapi seringkali yang terjadi banyak yang dibawa keluar dan sedikit yang dimasukkan. Pada satu titik maka ketidakseimbangan akan terjadi.
Demikian juga dengan cengkeh dan tanaman lain. Hasil panen cengkeh itu artinya ada sekian kilogram dalam satu pohon yang dibawa keluar. Itu harus diganti. Biasanya hanya diganti dengan pupuk biasa (pabrikan) yang tentu saja tidak seimbang. Belum lagi kalau daun-daun cengkeh juga dibawa keluar.
Itu pula yang menyebabkan, dulu, para petani kita tidak memperkenankan batang padi diangkut dari sawah mereka. Bahkan sekam pun dikembalikan ke sawah. Selain itu masih ditambah biomassa dari tanaman lain karena butiran berasnya pasti kita ambil.
Ini prinsip sederhana tentang keseimbangan alam. Alam telah memberi kita lebih. Dalam satu bulir padi bisa menghasilkan 700 gabah. Dan kita hanya perlu merawat kebaikan itu dengan membuat keseimbangan antara apa yang keluar dan apa yang masuk.