Setelah kemarin bicara soal iklan, kali ini saya akan bicara soal keterikatan antara situsweb rintisan Anda dengan pembacanya. Tapi tentu dengan keterbatasan saya. Maklum, saya bukan orang hebat.
Banyak orang berpikir bahwa ketika rangking Alexa situsweb rintisan mereka sudah tinggi, dengan misalnya menggenjot iklan, maka otomatis para pengiklan, pemodal, dan calon pembeli situsweb akan mudah menaruh uang mereka. Pemikiran itu, sudah agak kadaluwarsa. Rangking Alexa lumayan penting. Tapi yang sekarang ini penting adalah keterikatan brand Anda dengan pembaca.
Para pengiklan, pemberi suntikan modal, juga pembeli situsweb bukan kumpulan orang bodoh. Dan mereka tidak bisa dibodohi dengan rangking. Yang mereka lihat adalah seberapa kuat ikatan pembaca dengan media tersebut. Kenapa?
Kalau Anda mau mengiklankan produk sepatu misalnya, mana yang Anda pilih, mengiklan di media yang dibaca banyak orang sehingga sasarannya tak jelas, atau ke media yang punya segmen pembaca yang spesifik. Selain pasti lebih murah, juga efektif. Menabur uang iklan bukan hal sembarangan. Itu baru dari soal pengiklan.
Jika bicara dari sisi yang lain, yakni calon penyuntik modal, bahkan calon pembeli situsweb rintisan, maka mereka paham apa artinya “engagement”. Visitors atau pengunjung saja tidak cukup. Apakah mereka loyal atau tidak, terikat atau tidak, terlibat atau tidak, itu menjadi pertimbangan yang jauh lebih penting. Apa gunanya situsweb yang pembacanya besar tapi hanya berperilaku “datang dan pergi sesuka hati”, tak punya ikatan emosional, dan pembacanya merasa tak perlu terlibat dalam bentuk apapun.
Itulah rahasia kenapa banyak orang yang merasa sudah bikin situsweb rintisan dengan pengunjung yang banyak, rangking yang tinggi, tapi tidak ada pihak yang mau memasang iklan, tak ada orang yang tertarik menyuntikkan modal lebih besar lagi, dan tak ada yang menawar untuk membeli. Sementara yang rangkingnya di bawah, justru ditawar sampai miliaran rupiah.
Mereka, para penaruh iklan, pemodal, dan pembeli situsweb, adalah orang yang terlatih serta punya piranti untuk mengukur “engagement”. Lalu pertanyaan selanjutnya: bagaimanakah kita mengukur hal tersebut?
Kalau di Mojok, kami mengukurnya dengan beberapa hal: Pertama, dengan terus mengamati orang yang langsung mengunjungi situsweb tanpa lewat media sosial. Mereka masuk ke sana karena segera ingin tahu, di pagi ini, tulisan apa yang akan lolos dari meja redaktur, temanya apa, menarik untuk dibagikan atau tidak. Di Mojok persentasenya cukup tinggi: berkisar 38 persen dari seluruh pembaca harian Mojok.
Kedua, kesukarelaan mereka untuk membagikan, baik lewat media sosial, maupun berbagai grup aplikasi, misalnya Whats App. Ketiga, mereka rela berkomentar. Jangan sepelekan intensitas komentar pembaca. Sebab hal itu menunjukkan keterikatan mereka. Keempat, kesediaan mereka hadir di acara-acara “darat” yang kami adakan.
Kita masih bisa menambah semua daftar itu. Banyak sekali, sampai misalnya dengan senang menunggu dan membeli merchandise yang diproduksi.
Saya biasanya menambahkan satu lagi: haters. Para pembenci inilah yang punya kontribusi besar untuk membicarakan dan menyebarkan media kita. Tapi bukan berarti orang yang mendapatkan informasi itu, mengikuti Si Penyebar Kebencian. Bisa jadi, dan sering sekali terjadi: mereka malah mencintainya. Maka sungguh sial para pembenci ini. Mereka sudah mengiklankan kita di mana-mana, sementara yang “menerima iklan” itu tak ikut membenci tapi malah mencintai.
Maka saya selalu mewanti-wanti Kru Mojok supaya jangan terlalu mengambil hati dengan respons para haters. Justru harus disyukuri. Kecuali kalau sudah memfitnah. Kalau fitnah, sudah harus dijawab. Kalau haters cuma bilang, “tulisannya jelek, penulisnya bodoh, pemakan bangkai”, atau yang lebih kejam dan keras lagi, sebaiknya dibiarkan saja. Tapi kalau misalnya dibilang: penulisnya harus perokok; sebetulnya punya salah satu direksi bank; dibiayai oleh pabrik rokok; dibiayai oleh orangnya Jokowi, dll… Ya yang seperti ini harus dijawab.
Tapi menjawab hal seperti itu pun tidak kemudian terbebani dengan para penuduh harus mengerti jawaban kita. Tugas kita hanya menjawab. Itu pun jika kita mau. Kalau tidak ya tak mengapa.
Dan yang paling penting, jangan sampai urusan-urusan berbau fitnah dan tuduhan, mengganggu kerja kita. Orang yang tak melakukan sesuatu saja bisa difitnah. Apalagi yang melakukan. Jangan sampai menghentikan proses kita untuk terus “mengikat” pembaca dengan media kita.
Nah, dengan logika haters yang sesungguhnya ikut mempopulerkan apa yang mereka benci, maka dalam dunia yang serba dipercakapkan ini, jika kita tidak suka pada sesuatu, salah satu kiatnya adalah justru dengan tidak membicarakannya.
Selamat “mengikat” pembaca situsweb rintisan Anda…