Kalau ada airmata yang menggenang lalu tumpah dalam jangka waktu yang lama dari para Romanisti, maka saya yakin, airmata itu untuk Kevin Strootman.
Gelandang jangkung dari Belanda tersebut sudah menjadi pemain besar saat dibeli Roma di usia 23 tahun. Kinclong di Timnas Belanda, plus prestasinya yang mengkilap di klub lamanya, PSV, maka kedatangannya disambut gegap gempita oleh fans Roma. Dan dia membayar lunas semua harapan. Menjadi tembok paling kokoh sebelum penyerang lawan menukik ke benteng pertahanan. Sekaligus penyuplai bola yang paling cepat dan akurat ke baris depan.
Nasib kemudian meniupkan peluit panjang untuk pemain berjuluk Si Mesin Cuci ini. Dia kena cedera panjang, mesti melewati berkali-kali bangku operasi dan proses meletihkan untuk tahap pemulihan. Begitu dia pulih ketika hampir setahun dibekap cedera, dan bergabung lagi dengan tim, peluit nasib berbunyi lagi. Kevin cedera lagi.
Kali ini, hampir semua orang yakin, termasuk Rudi Garcia yang saat itu melatih Roma, juga tim medis: nasib Kevin rampung. Kepala dokter kesebelasan AS Roma bahkan sempat keceplosan omongan: tak diragukan lagi, karier Kevin berakhir.
Sontak genangan airmata tumpah di Roma dan Belanda. Tapi publik kemudian terpengarah mendengar reaksi Kevin yang disampaikan di beberapa akun media sosialnya: Mereka berbohong, aku akan pulih, dan aku akan bermain sepakbola lagi!
Tapi kemudian publik hanya bisa menyisakan rasa haru. Selebihnya, hari-hari Kevin menunjukkan bahwa apa yang dikatakan oleh dokter dan diisyaratkan oleh Garcia-lah yang akan terjadi.
Hingga kabar kembali menghangat dua bulan lalu, saat Kevin mengunggah foto-foto dirinya yang siap pulih, dan untuk sementara akan berlatih bersama tim Primavera AS Roma.
Publik Roma menyadari bahwa mereka tengah menyaksikan drama yang luarbiasa. Seorang gelandang muda yang menentang takdir dan vonis.
Maka ketika kemudian Kevin bermain di laga melawan Palermo, sekalipun hanya 10 menit sebaga pemain pengganti, tidak terlalu penting bagi Romanisti apakah dia bermain bagus atau tidak.
Bagi Romanisti, yang sedang mereka sambut di stadion sebagai pemain pengganti, adalah orang yang telah menggenggam nasibnya dengan kekuatan jiwa dan keyakinan. Kemunculan Kevin membuat segala yang dulu penting dalam sepakbola seperti soal menang dan kalah, memasukkan bola dan kemasukan bola, menjadi sesuatu yang remeh.
Kemunculan Kevin melampaui semua itu. Dia mengingatkan substansi atas apa itu “sport”. Hal yang sering kali dilupakan karena banyak orang terlalu silau dengan gebyar tropi dan medali.