Subuh tadi, saya kehabisan kopi. Karena masih menyelesaikan banyak kerjaan, dan hujan turun cukup deras, saya ngoreti kopi di lodong. Hasilnya, setengah cangkir kopi yang lumayan.
Pagi tadi, sehabis menyelesaikan satu kerjaan dan hendak beralih ke kerjaan selanjutnya, saya pergi ke dapur. Mau rehat sejenak, minum kopi sambil udud. Lho, cangkir saya yang masih ada isinya beberapa seruput lagi, lenyap. Ibu Kali telah mencuci bersih cangkir itu. Saya jengkel sekali.
Saya memutuskan keluar rumah untuk membeli kopi bubuk, menembus hujan. Tepat di saat itulah, Kali pamitan hendak pergi ke sekolah. Karena masih jengkel, saya agak tidak merespons dengan baik.
Kali langsung memprotes. Lho Bapak kok kayak marah sama Kali?
Deg! Mak tratab. Saya sadar telah melakukan hal yang keliru. Segera saya memeluk bocah itu.
Sepanjang perjalanan menembus hujan mencari minimarket yang buka, saya kepikiran terus. Apa salah anak itu? Dia tak bersalah apa-apa soal kopi saya. Dia tidak minum kopi. Ibunya juga maksudnya pasti baik. Ada gelas yang kopinya hampir habis. Wajar kalau dicuci. Sebab saya jarang sekali kehabisan kopi. Tandon kopi saya banyak sekali, dan biasanya kalau mau habis, saya nyetok banyak kopi.
Akhirnya saking menyesal karena berlaku tak adil pada Kali, saya mampir ke warung gudeg. Makan. Biar tenang. Lanjut membeli kopi bubuk.
Maafkan saya, Nak…