Agus Harimurti Yudhoyono hampir dipastikan maju menjadi Cagub DKI dengan diusung oleh empat Parpol: Demokrat, PPP, PKB, dan PAN. Banyak orang bertanya-tanya, kenapa SBY rela “mengorbankan” karier militer anaknya yang kinclong?
Kalau Anda bertanya seperti itu, berarti kurang memahami jalan pikiran orangtua. Hampir semua orangtua punya pikiran begini: “Minimal anak saya mencapai apa yang sudah pernah saya capai.” SBY sudah pernah menjadi Presiden, bahkan dua periode, maka sebagai orangtua, dia sah untuk punya pikiran salah satu anaknya bisa menjadi Presiden seperti dirinya.
Persoalannya bukan terletak di keinginan belaka. Tapi bagaimana mengimplementasikan keinginan itu. Mari saya beritahu hal dasar dulu…
Ketika era Reformasi tiba, demokrasi liberal juga datang, terlebih dengan pemilihan langsung dari Presiden, Gubernur, sampai Bupati/Walikota, SBY tahu persis: militer kalah telak oleh sipil. Hampir semua pemimpin yang potensial menghiasi masa depan Indonesia berasal dari kalangan sipil. Militer jauh tertinggal. Soal kenapa hal itu terjadi, lain kali kalau sempat akan saya bahas. Intinya, SBY tahu persis kalau Agus tetap menapaki karier di militer, paling banter dia akan menjadi Panglima TNI. Itu pun sudah bagus. Hal yang bahkan tidak sanggup diraih oleh SBY sendiri.
Tapi itu artinya Agus akan menghabiskan sebagian umurnya di sana, sementara di luar itu, anak-anak muda dari kalangan sipil (pengusaha, birokrat, politikus) belajar jatuh-bangun bertarung dalam kontestasi politik yang ketat, ganas, dan glamor. Dan tren Presiden ke depan adalah orang-orang yang pernah menjadi pemimpin daerah (Jokowi, Risma, Ridwan Kamil, dll).
SBY bisa jadi dilematis. Karena dalam kalkulasi politik, Agus agak tidak beruntung. Kenapa? Usia Agus 38 tahun. Pangkatnya Mayor. Dari kacamata SBY tidak mungkin Agus masuk ke dalam gelanggang politik dimulai dari tingkat Bupati/Walikota. Minimal harus Gubernur atau Wakil Gubernur. Itu pun akan dipilih yang paling kuat daya magnetnya: Jawa.
SBY juga tahu persis, peluang terbesar Agus ada di Pilgub Jatim. Selain Jatim adalah kandang Demokrat, Gubernur yang sekarang (Sukarwo) adalah kader Demokrat sejati, dan kampung SBY dari Jatim (Pacitan). Tapi Anda semua tahu, pertarungan di Jatim sangat ketat. Di sana ada Saifullah Yusuf (Wakil Gubernur Jatim dua periode mendampingi Sukarwo), Tri Rismaharini (Walikota Surabaya dua periode), Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi dua periode), dan Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial, sekaligus tokoh Muslimat NU yang memberikan perlawanan habis-habisan dalam dua kali pertarungan melawan Sukarwo).
Bagaimana Agus harus masuk dalam pertarungan ketat itu? Jatim dalam banyak hal hanya setengah level di bawah DKI.
Maka ketika banyak Parpol kebingungan mencari jagoan melawan Ahok (hari ini, Jumat 23/9, adalah hari terakhir pendaftaran), dari kemarin nama Agus dilansir. Tampaknya, nama itu jauh lebih diterima oleh keempat Partai yang memilih berkumpul di Cikeas daripada di Hambalang. Sebab Keluarga Cikeas, bagaimanapun masih punya kekuatan politik yang cukup signifikan.
Tapi sebetulnya, saya yakin di dalam pikiran SBY, jika Agus benar-benar maju, hanyalah sebagai latihan politik, dan meningkatkan popularitasnya untuk kelak berlaga di Jatim. SBY tahu persis, ilmu militer yang didapat Agus belum apa-apa jika harus menghadapi pertarungan elektoral. Banyak jendral keok bahkan ketika hanya bertarung menjadi Gubernur atau Bupati. Dan SBY juga menyadari, dia belajar banyak dari kekalahan demi kekalahan untuk kemudian sampai di puncak kekuasaan. Bedanya, ketika SBY masuk ke gelanggang politik, warisan modal militer masih cukup kuat (pembangunan infrastrutur Demokrat pada awalnya, saya kira banyak dibantu oleh kekuatan militer yang ada di dalam fraksi TNI di DPR). Sementara situasi yang dihadapi Agus berbeda sama sekali.
Terlalu berlebihan saya kira kalau majunya Agus dibaca semata untuk bisa benar-benar menghadang Ahok. SBY tahu, Ahok hampir tak terbendung, terlebih ketika PDIP ikut mendukung. Tapi SBY tahu persis, Agus harus mengawali pertarungan politik nyata. Pertarungan politik yang ganas di era politik liberal.
Agus akan belajar bertarung di Jakarta, tapi sesungguhnya panggung pertarungan sulung SBY ini ada di Jatim.
Selamat bertarung, Agus!