Salah satu kreativitas yang dimiliki Kali adalah kemampuannya menceritakan ulang sesuatu, utamanya film atau tayangan Youtube yang menarik baginya.
Kita, para orang dewasa ini, takut sekali dengan cap: mencontoh atau menduplikasi. Padahal begitulah dunia bekerja. Mencontoh, mencontek, menduplikasi adalah bagian penting dalam dunia kreativitas. Dari situ, kemudian muncul revisi, rekreasi, riset (research; re-search) dan re re re yang lain. Setelah itu ditahap lanjut muncul sentuhan baru semacam modifikasi dan inovasi, dan kebaruan-kebaruan yang sebetulnya tak baru benar.
Kita dididik malu untuk meniru. Padahal meniru adalah nalar yang paling fundamental. Kita tidak bisa melakukan kreativitas dan inovasi tanpa punya kemampuan dasar meniru. Dalam dunia kreatif, yang dilarang adalah plagiasi. Itu bukan meniru. Tapi memalsu. Kita mengaku karya orang lain sebagai karya kita untuk mendapatkan berbagai keuntungan terutama keuntungan ekonomi.
Saya membiasakan Kali menceritakan ulang apa yang dia tonton. Awalnya hanya bisa satu kalimat atau dua kalimat. Lama-lama, bisa panjang. Lama-lama dia beri sentuhan khasnya sendiri. Mulai tidak patuh pada plot, penambahan cerita, pengurangan cerita, memasukkan unsur-unsur lain.
Saat belajar menulis dulu, saya juga meniru gaya penulis lain. Saya meniru gaya Seno Gumira Ajidarma, Budi Dharma, Afrizal Malna, Pramoedya Ananta Toer, Ayu Utami, Iwan Simatupang, dan berbagai penulis yang saya anggap punya karakter dalam penulisan. Itu semua saya lakukan dengan rutin dan lama. Hingga kemudian, ketika saya merasa mulai muncul gaya saya sendiri, saya mulai percaya diri dalam menulis.
Karakter seorang penulis ibarat menggosok batu akik. Tidak bisa hanya dengan puluhan gosokan apalagi belasan. Dibutuhkan ratusan kali. Jadi kalau Anda berpikir belum keluar gaya khas penulisan Anda, mungkin Anda belum banyak menulis. Atau jangan-jangan lupa, waktu belajar awal, tidak mau meniru gaya penulis lain.