Di kampung saya, salah satu kuliner paling enak adalah nasi uduk. Makin terasa enak kalau dinikmati sehabis menang main judi.
Untuk hari-hari tertentu, permainan judi tidak dilarang di kampung saya. Dan saya sangat berharap pihak kepolisian meneruskan kearifan itu. Biasanya kalau ada orang punya hajat baik menikah atau mengitankan anak, ada acara “lek-lek-an”, orang-orang berkumpul di rumah Sang Punya Hajat, ngobrol, main catur, main judi, sampai matahari terbit.
Aneka permainan judi digelar. Biasanya di malam seperti itulah seorang anak remaja berani unjuk muka merokok dan main judi di depan orangtuanya. Kalau malam itu lolos tidak ada teguran, untuk selanjutnya adalah sikap tenggang rasa dan saling tahu. Si Anak sudah dianggap cukup umur untuk melakukan apa yang sepantasnya dilakukan tanpa harus menghilangkan martabat orangtuanya.
Memilih permainan judi biasanya disesuaikan dengan karakter seseorang. Kalau Anda tipe pemikir, penyabar, suka main strategi panjang, biasanya main kartu remi. Meja kartu remi pasti hening. Tidak banyak cakap. Hanya sering terdengar bunyi kretek diisap dan diembuskan. Kartu diambil dan diletakkan dengan pelan.
Kalau seseorang suka bermain cepat, main gertak, tertawa ngakak dan mengumpat, paling cocok main kartu domino. Biasnya qiu qiu dimainkan dengan kartu ini. Kalau mau lebih ramai lagi, lebih gayeng, bisa bergabung dengan permainan musuh bandar, orang-orang akan mengerubung permainan judi upyuk alias cliwik.
Biasanya menjelang jam 03.00 dinihari, orang-orang mulai surut. Mereka yang tersisa adalah orang-orang yang menang judi atau duitnya banyak. Di kampung saya, Anda bisa menjadi tidak bermartabat kalau menang judi lalu pulang. Para pemenang harus tinggal sampai pagi. Judi bukan permainan yang dihelat untuk mengambil keuntungan sesaat. Jadi kalau mau tahu sifat orang di kampung saya nisbi mudah. Datang dan main saja di meja judi. Anda langsung tahu watak orang saat menang atau kalah.
Pihak tuan rumah secara adab tidak diperkenankan main judi. Kehormatan dia dipertaruhkan dengan cara menjamu para tamu dan menyapa setiap orang yang datang. Berkeliling. Menemani tiap meja tanpa pilih kasih. Mau orang kaya atau miskin, tua atau muda, diperlakukan sepantasnya. Kalau pihak tuan rumah tergoda ikut main judi, maka dia akan segera menjadi omongan di seluruh penjuru kampung. Judi bukan untuk gagah-gagahan. Dan permainan judi menjadi bagian dari semesta mengontrol keinginan.
Begitu azan Subuh berkumandang, permainan harus diakhiri. Biasanya ada satu dua meja yang dituntaskan sampai terang tanah. Tapi biasanya jarang terjadi.
Di saat itulah kemudian para pemenang akan menraktir orang-orang untuk makan nasi uduk. Enaknya luarbiasa. Nasi uduk dengan sambal kelapa, mi goreng, dan hanya ada satu jenis lauk: tempe tepung. Selesai makan, diteruskan ngopi sebentar, lalu pulang ke rumah masing-masing. Khidmat.
Kalau saya sedang kangen kampung halaman, biasanya saya akan melahap makanan yang menyerupai makanan kampung saya sebagai obat kangen. Salah satunya adalah nasi uduk. Di Yogya, saya tidak punya banyak pilihan. Saya selalu makan nasi uduk Palagan. Tentu rasanya jauh berbeda dengan nasi uduk di kampung halaman saya sekalipun nasi uduk di sini lebih lengkap dan lebih “mewah”. Mungkin karena tidak ada rasa sehabis main judi.
Nasi uduk di kampung saya yang biasa saya nikmati sehabis permainan judi punya rasa sedap yang beda: yang kalah terhibur, yang menang bersyukur.