Kali ini kita akan bicarakan hal yang agak remeh dalam dunia kreatif. Seorang penulis, seniman, atau kreator, mengandalkan cara berpikir yang berbeda. Sebuah sudut pandang yang tidak banyak dilihat orang.
Konsekuensi dari itu adalah tindakan keseharian mereka juga acapkali berbeda dari lazimnya. Itulah kenapa sering kali terlihat eksentrik. Saya akan ambil contoh yang sederhana, sepele, yang ada pada diri saya sendiri.
Lazimnya kalau orang hampir kehabisan uang, hal yang paling sering dilakukan adalah mengirit. Misal, sekarang uang kita tinggal 500 ribu, gajian atau kita akan dapat uang seminggu lagi. Maka yang dilakukan biasanya mengirit uang itu agar kita bisa bertahan sampai gajian tiba.
Saya sejak dulu tidak pernah punya pikiran seperti itu. Dulu, waktu saya baru meniti karier sebagai penulis, biaya hidup di Yogya selama sebulan 500 ribu rupiah. Jika ditambah sekian kebutuhan lain, kira-kira 1 juta. Minimal, saya harus punya dua karya yang dimuat media massa agar bisa bertahan. Ketika uang saya menipis, saya tidak pernah ngirit. Justru saya akan mengeluarkan uang ekstra. Saya pergi ke kafe, beli buku, nyewa DVD film, beli rokok yang banyak, jalan ke kota lain, dst. Karena dengan saya pergi, atau beli buku, nonton film, saya akan banyak mendapatkan ide dan bahan tulisan.
Mentalitas seperti itu terus ada pada saya sampai sekarang. Ngirit uang mungkin baik buat ekonomi Anda, tapi belum tentu baik buat kreativitas Anda. Dan ancaman kreator itu bukan tak punya uang, tapi tak bisa berkarya. Seorang kreator tak akan terlalu sedih jika duitnya menipis, dia akan sedih jika tak bisa berkarya. Dia akan sibuk bertanya dan bersiap: karya apa lagi yang akan saya kerjakan? .