Saya kira nama Nurhady Sirimorok tidak pernah bisa dilepaskan dari komunitas Ininnawa. Sependek ingatan saya, dia hanya pernah meninggalkan sebentar Ininnawa saat kuliah mengambil master di Belanda, dan saat ‘diperbantukan’ di komunitas Remdec Jakarta. Selebihnya, dia di sana. Ikut berdetak bersama salah satu komunitas yang dinamis di Sulsel itu.
Dalam soal penelitian, konsep workshop, pelatihan, boleh dibilang Ady adalah konseptor utama di Ininnawa. Dan komunitas ini masih mempertahankan gaya pelatihan model lama yang sudah tidak banyak dipakai oleh lembaga lain. Misalnya pola pelatihan dengan durasi lebih dari dua bulan dan tinggal di kampung-kampung. Anak-anak muda dilatih banyak hal di kampung, waktunya lama pula.
Sampai sekarang, Ininnawa juga masih setia melakukan pendampingan di kampung.
Dari proses itulah, buku Ady ini terbit. Setiap kali dia tinggal lama di sebuah kampung, entah sebagai peneliti atau mentor penelitian, dia membuat semacam catatan refleksi. Saya punya banyak teman yang melakukan kegiatan seperti Ady dkk, tapi mereka sangat jarang membuat catatan refleksi. Apalagi catatan itu ditulis dengan pengetahuan mendalam dan sangat kritis, dipadupadankan dengan beberapa teori ilmu sosial yang dikuasainya. Bagusnya lagi, Ady memang seorang pembaca yang rakus, plus penerjemah beberapa karya penting soal Sulsel. Lengkap sudah.
Selain karya sastra atau petilan esai dari penulis dalam negeri, Penerbit EAbooks sangat bangga bisa menerbitkan karya seperti ini. Karya pergulatan intelektual seorang anak bangsa lewat kerja-kerja pendidikan dan pengorganisasian masyarakat.
Semoga buku ini bisa menginspirasi banyak anak muda Indonesia yang tetap merasa perlu bekerja bersama masyarakat melakukan berbagai perubahan. Sekecil apapun itu.
Saya sebetulnya menunggu karya serupa ini dari Hasriadi Ary yang baru saja meraih doktor. Ary adalah tandem Ady. Ada jejak kuat mereka berdua di Ininnawa. Ini mungkin cara Ady memberi kode kepada Ary untuk pulang kampung secepatnya ?