Bagi Anda yang pernah tinggal di Yogya dan suka pecel, mungkin tidak asing dengan Warung SGPC Bu Wiryo. Lokasinya di pinggir Selokan Mataram, di seputar UGM.
SGPC Bu Wiryo punya citarasa pecel gagrak Yogya. Legit, manis, kental. Dengan tumbukan bumbu kacang yang halus. Selain gagrak itu tentu saja ada pecel ala Madiun. Di Yogya, berjamuran pecel Madiun yang mulai menantang dominasi pecel ala Yogya.
Di Yogya Utara, ada pecel Pak Bari. Saya mengenal warung ini semenjak buka sekira 5 tahun lalu, karena lokasinya dekat dengan rumah kontrakan saya dulu. Ketika saya pindah rumah, sesekali masih suka makan do sini. Menurut Pak Bari, beliau adalah mantan salah satu jurumasak di SGPC Bu Wiryo. Fan memang, menurut pengalaman lidah saya, tak ada beda antara rasa SGPC Pak Bari dengan Bu Wiryo. Tak ada bedanya. Supnya juga sama. Bahkan rasa gorengannya pun sama.
Ada satu perbedaannya: harga. Tadi seusai olahraga pagi, saya sekeluarga nyengklak sepeda motor, mbandang ke SGPC Pak Bari. Kami menghabiskan: dua porsi pecel, satu porsi sup, dua tempe garit, dua tahu, dua tempe kemul, dan dua teh anget manis, plus satu endog asin. Total habis 44 ribu rupiah. Nisbi murah jika dibandingkan dengan SGPC Bu Wiryo.
Menurut pengamatan saya, hampir semua yang makan di SGPC Pak Bari adalah penggemar pecel Bu Wiryo. Tapi tampaknya bukan masalah harga. Melainkan jarak dan kemacetan. Yogya makin macet. Bagi orang yang di Utara, tak perlu jauh-jauh ke sekitar UGM karena letak warung Pak Bari di Jakal km 6,8. Kecuali memang sedang menjamu tamu atau dalam rombongan besar.
Warung SGPC Pak Bari sederhana saja. Warung kecil pinggir jalan. Jika Anda ke sana, saya sarankan di jam antara pukul 07.00-08.00. Sebab siang sedikit, selain kemungkinan beberapa menu habis, juga mulai terasa panas.
Lain kali, saya coba review warung pecel yang agak unik: pecel Nganjuk. Dalam soal pecel, Nganjuk menyerang Madiun dari sisi lidah yang belum terjamah.