Beberapa teman muda yang sedang membuat situsweb rintisan menguras energi dan perhatian mereka untuk konten. Itu bagus. Tapi banyak di antara mereka yang tidak bisa menjawab: seperti apa pembaca yang hendak disasar?
“Kami ingin seperti membuat kedai kopi yang siapapun bisa nyaman menikmati kopi di sana, Mas…”
O, tidak mungkin. Anak saya yang berumur 3,8 tahun tidak mungkin ngopi dan nongkrong di kedai kopi tersebut. Atau orang-orang yang kena penyakit tertentu.
“Kami ingin seperti bikin pisang goreng yang bisa dinikmati semua umur, dari anak kecil sampai orang tua.”
Ya, tapi kalau Anda bikin warung gorengannya di Jalan Kaliurang, orang yang tinggal di Jalan Parangtritis tidak akan mengonsumsi pisang Anda. Apalagi jika mereka tinggal di Nganjuk.
Jadi pendek kata, banyak pengelola situsweb rintisan yang tidak punya bayangan atas calon pembaca mereka. Semua ingin diraup sebagai pembaca. Mereka ingin membahagiakan semua orang. Dalam bahasa lain, mereka “rakus”.
Tanpa bisa mendefinisikan calon pembaca mereka atau pembaca yang disasar, berarti satu hal mendasar belum diselesaikan.
Kata desainer grafis kenalan saya, orang yang sedang belajar mendesain pasti punya kecenderungan memakai banyak jenis huruf, memakai banyak warna, dan desainnya rumit. Hampir mirip dengan penulis pemula. Kalau dia penulis esai, semua variabel ingin ditulis, dalam istilah-istilah yang rumit, yang jangankan pembaca mereka, dirinya sendiri pun sering tidak paham. Kalau dia seorang pembuat cerita pendek, semua informasi ingin digelar, sehingga mestinya dia tidak membuat cerita pendek melainkan sebuah novel. Itu pun kalau bisa.
Kegagalan mendefinisikan pembaca yang disasar kerap dilakukan oleh pembuat situsweb rintisan, dan pertanyaan yang sederhana itu menjadi tampak rumit sebagaimana para desainer pemula mendesain, dan penulis pemula menulis.
Hal tersebut wajar. Tapi kewajaran itu tetap harus dijawab. Harus dituntaskan.
Target bisa saja meleset. Itu hal yang juga biasa. Banyak produk mengalami itu. Yang paling sering dijadikan contoh adalah rokok Marlboro. Pertama kali diciptakan, rokok itu menyasar perempuan. Tapi pasar merespons dengan negatif. Kemudian tanpa mengganti racikan rokok, hanya diubah menjadi citra rokok laki-laki yang “jantan”, dengan segera Marlboro disambut positif oleh pasar.
Awal ketika Mojok muncul, pembaca sasaran kami adalah mahasiswa dan orang-orang yang baru lulus alias pekerja pemula. Tapi ternyata sasaran kami keliru. Mojok justru mendapat tempat di hati para pekerja pemula sampai pekerja madya, yang rentang umur mereka antara 25 sd 40 tahun.
Mojok yang awalnya ingin mengambil perhatian para mahasiswa, ternyata justru mendapatkan tempat di kalangan pekerja media, pekerja kreatif, dan para “trend setter” lain.
Tapi kekeliruan itu bisa terjadi karena kami pernah membuat definisi pembaca kami. Bahwa itu keliru, tak jadi soal. Tinggal didefiniskan ulang, dan diperkuat.
Jadi, bisakah Anda definisikan target pembaca Anda?