Ketika pulang kampung kemarin, saya merasakan kegembiraan yang tidak mudah diungkap. Musim penghujan baru tiba. Lahan persil sudah mulai panen jagung, latoh (sejenis rumput laut) mulai panen, dan di hutan serta di ladang, sejenis rimpang yang dinamakan boros atau kunci, tumbuh begitu lebat.
Di musim seperti ini, laut memberikan banyak berkah. Juga hutan. Di saat saya kecil, tidak usah ngomong soal gizi, tapi ada makanan yang unik dan lezat terpacak di meja hampir semua warga: nasi jagung, sayur lodeh boros, dan bakwan jagung. Kadang semua serba-jagung: sayurnya juga dari jagung muda.
Ketika saya balik ke Yogya, lewat Jatirogo, Blora, Purwodadi… Saya makin merasa bahagia. Saya bisa merasakan itu lewat wajah-wajah sumringah orang-orang yang sedang bekerja, berlalu-lalang, mengumbar tawa di lahan mereka. Ladang-ladang jagung siap panen. Rimpang boros sejauh mata memandang ke hutan yang saya lewati, tumbuh dengan subur. Sawah tadah hujan membentang begitu luas dan menghijau. Beberapa terlihat sudah mrucuti. Kalau tidak ada aral, tunai sudah kegembiraan wargatani. Mungkin dua bulan lagi mereka akan panen raya.
Begitu saya tiba di Yogya, saya membaca berita yang nyaris tak masuk akal: beras impor akan tiba.
Nanti pasti kelas menengah akan gegeran lagi. Yang satu membenarkan impor, yang satu tentu saja menolak. Bahkan untuk berbahagia pun, kelas menengah kita masih perlu disubsidi oleh airmata petani kita.
Naudzubillah…