Di pintu surga, seorang malaikat mencegat 4 orang yang berebut masuk. “Satu persatu, Bos! Antre. Yang masuk duluan yang amalnya paling baik. Siapa yang merasa paling baik?”
Keempatnya ngacung sambil berseru: “Saya!”
Malaikat itu lalu menunjuk satu persatu agar memberi alasan kenapa mereka merasa paling berhak massuk surga duluan. Orang pertama berkata, “Saya orang miskin. Selama menjalani hidup, saya mengamalkan kesabaran. Adakah yang lebih mulia dari orang miskin yang sabar?”
Orang kedua berkata, “Saya orang kaya. Saya dermawan. Saya penuh rasa syukur. Adakah orang yang lebih mulia dari orang kaya yang dermawan dan tak lupa bersyukur?”
Malaikat terlihat mulai pusing.
Lalu orang ketiga bilang begini, “Saya ini penguasa. Dan saya selalu adil. Adakah yang lebih mulia dari penguasa yang bersikap adil?”
Si malaikat tambah terlihat puyeng. Hingga akhirnya dia mendengarkan orang terakhir. Si nomor empat. “Jadi begini, saya ini orang alim alias cendekiawan. Saya selalu menyebarkan ilmu. Adakah yang lebih berhak masuk surga duluan dibanding orang alim yang senantiasa menyebarkan ilmunya?”
Malaikat itu pun makin judeg. Akhirnya ia bilang begini, “Bentar ya, problem kalian ini membingungkan. Aku panggil seniorku dulu.” Tak lama kemudian malaikat yang lebih senior pun datang, kemudian mendengarkan ulang alasan keempat orang itu.
Si malaikat senior ini kemudian mengangguk-anggukkan kepala. Dengan tenang dia bertanya kepada si miskin. “Kamu kok tahu kalau orang miskin yang sabar itu mulia? Kamu tahu dari mana?”
“Dari orang alim itu…” tunjuk si miskin kepada orang alim.
“Kalau begitu kamu merasa lebih pantas masuk surga duluan dibanding dia?”
Si miskin akhirnya menggelengkan kepala.
“Kamu?” tanya malaikat senior itu kepada si orang kaya. “Tahu dari mana kalau orang kaya yang dermawan dan penuh rasa syukur merupakan laku kemuliaan?”
“Dari orang alim itu…” jawab si orang kaya.
“Oke. Clear ya? Dia duluan dibanding kamu ya?”
Si orang kaya menganggukkan kepala.
“Terus kamu, tahu dari mana kalau penguasa yang adil itu kerja mulia?”
“Sama. Dari orang alim itu…” jawab si penguasa.
“Oke kalau begitu. Jelas sudah ya. Yang berhak masuk surga duluan adalah cendekiawan ini…” kata si malaikat.
Si orang alim ini pun mulai melangkahkan kaki mau masuk surga. Tapi mendadak dia terlihat ragu.
“Kenapa?” tanya si malaikat.
“Begini… Saya itu bisa alim karena belajar di padepokan, pesantren, perguruan tinggi, membaca banyak buku, riset, dll.”
“Terus?”
“Nah, yang membiayai semua itu, ya si orang kaya itu.” ucap si alim sambil menunjuk ke arah si orang kaya.
Si malaikat langsung tegas berkata, “Ooo kalau begitu ya kamu yang berhak masuk surga duluan!” Lalu malaikat itu menggandeng si orang kaya untuk melangkah masuk surga terlebih dahulu.
Tiga orang yang tertinggal itu kemudian agak ngedumel. “Enak ya jadi orang kaya. Di dunia enak, di akhirat kok ya enak…”