Semalam, sesuai amanah tim kerja Syarikat Buku Yogya, saya bersilaturahmi dengan perwakilan Forum Editor Yogya. Sesuai namanya, Syarikat Buku bukanlah lembaga yang hanya menaungi penerbit, melainkan semua pemangku kepentingan dalam dunia perbukuan: penulis, penerjemah, visual (sampul, tata letak, ilustrator), penerbitan, percetakan, distributor, reseller, toko buku, bahkan perwakilan pembaca (konsumen).
Forum Editor digawangi para penyunting muda, tapi didukung sepenuhnya oleh para penyunting senior. Diskusi dengan mereka menyenangkan sekali, apalagi ada salah satu inisiatornya: Safar Banggai.
Safar bersuku Bajo. Dia dari kepulauan Banggai. Pernah kuliah di sebuah akademi kesehatan di Makassar. Satu-satunya pengalaman medis yang dia miliki adalah mengkhitan 20 penis anak dalam sebuah perhelatan khitan massal di Makassar. Karena aktif berorganisasi (istilah Safar aktif memegang megapon), dia tak sempat lulus kuliah. Lalu pulang kampung.
Safar sudah kadung jatuh cinta dengan buku. Akhirnya dia memutuskan pergi ke Jawa dengan dua tujuan: belajar berbahasa Inggris dan menemui salah satu penulis idolanya: Muhidin M Dahlan. Agar bisa pergi ke Jawa, laki-laki yang terlihat jauh lebih tua dari umurnya itu kerja di perusahaan tauke cengkeh di Taliabu. Dua bulan bekerja saat musim cengkeh, dia mengantongi uang 8 juta rupiah. Dia memberikan 3 juta untuk ibunya, dan dengan bekal 5 juta sisanya, Safar pergi ke Jawa. Tepatnya ke Pare untuk belajar bahasa Inggris.
Selama di Pare, dia berusaha mengontak penulis idolanya. Tapi tak berbalas. Akhirnya Safar memutuskan pergi ke Yogya. Beruntung Muhidin mau menemuinya, dan beruntung lagi karena selama hampir dua tahun dia belajar menyunting di bawah bimbingan langsung Muhidin.
Beberapa bulan lalu, berbekal pengalamannya memegang megapon, dan keresahannya sebagai penyunting buku, dia dan teman-temannya berserikat dengan membentuk: Forum Editor.
Saya sudah mendengarkan dan mencatat apa saja yang menjadi program prioritas lembaga ini.
Semalam, Safar berkata kepada saya, “Mas Puthut, aih saya suka sekali dengan cerpen Mas yang isinya tentang…” lalu panjang lebar Safar menceritakan tentang isi cerpen tersebut.
Saya hanya mendengarkan saja.
“Bagaimana Mas Puthut bisa menulis sebagus itu, aih!”
Saya tersenyum. “Safar, cerpen itu memang hebat.”
“Itu sudah! Bagaimana bisa menulis seperti itu? Bagi resepnya, dong…”
“Kamu sebaiknya menemui langsung pengarangnya.”
“Ini mumpung ketemu! Kapan lagi, kah?”
“Penulisnya bernama: Seno Gumira Ajidharma.”
Muka Safar langsung terlihat pucat. Dan terdiam sampai beberapa detik.