Saya berjumpa dengan laki-laki ini di saat saya berusia 24 tahun. Saya kira saat itu, usianya 30 tahun. Baru kelak saya tahu, usia kami berdua terpaut hampir 20 tahun.
Memang muka dan penampilannya terlihat jauh lebih muda dibanding usia dia sebenarnya. Bahkan ibu dan bapak saya yang pernah bertemu dengannya pun menyangka laki-laki ini masih muda. Ternyata hanya terpaut 6 tahun dari usia ibu saya.
Sialnya, dulu saya terbiasa mengikuti panggilan orang di Insist kepadanya. Saya cukup menyapanya dengan: “Leh…”. Tahu kalau umurnya jauh di atas saya, tentu akan saya panggil dengan embel-embel ‘Pak’ atau ‘Bang’. Ya, orang yang saya maksud tentu saja Saleh Abdullah.
Saleh punya pengalaman politik yang panjang. Salah satunya tentu saja dipenjara di era Soeharto karena menjadi sekjen PUDI. Di saat itu, bikin partai artinya teken kontrak masuk penjara. Gak peduli PUDI atau PRD. Pasti masuk jeruji besi.
Dia tidak mau terlalu banyak bercerita soal pengalamannya masuk penjara. Bukan karena trauma. Tapi ada sesuatu yang kayaknya ingin dia simpan sendiri, khusus soal yang satu itu. Jadi kalau dia tak mau memperpanjang kisah soal itu, iseng saya bertanya: “Leh, kalau kamu lagi ngaceng dan pengen ngentot di penjara, apa yang kamu dan Sri Bintang lakukan?”
Wah, kalau ditanya soal itu, dia langsung banyak bercerita. Saya selalu geli kalau mendengar kisah soal itu.
Nah, besok Jumat (25/1), Saleh akan meluncurkan bukunya. Sudah tentu isi bukunya berisi pemikiran laki-laki yang akan berusia 60 tahun, dan tetap menjadi aktivis sampai sekarang. Sudah 35 tahun lebih dia menjalani berbagai aktivitas politik dari mulai Sekjen PUDI sampai Sekjen INSIST selama dua periode. Kini dia menghabiskan sebagian waktunya di lereng Merapi dengan mancing wader, menulis status di Facebook dan menjadi konsultan di beberapa LSM di Indonesia.