Terkadang, saya gemetar pada hal-hal yang sederhana. Daun kering yang jatuh. Ikan-ikan kecil yang berenang di parit bening. Embun yang menggelincir di kelopak bunga.
Semalam, Gus Baha’ mengingatkan kepada saya lewat pengajiannya yang sering saya simak lewat Youtube. Tuhan tidak hanya bicara hal-hal besar. Dia kerap memberi contoh pada hal-hal kecil. Misalnya soal nyamuk. Kita sering melihat nyamuk mungkin setiap hari, tapi tak pernah memikirkannya atau merasa tertantang memikirkannya.
Di dalam diri nyamuk yang sekecil itu, ada anatomi yang rumit. Ada kepala, sayap, kaki, dll. Tentu dia juga punya organ dalam. Jika seorang perupa atau pematung diminta melukis atau memahat dengan perbandingan 1:1, niscaya mereka memilih melukis atau memahat buaya, gajah, atau dinosaurus.
Kita tampaknya lebih mudah terpana oleh sesuatu yang ‘besar’ ketimbang yang ‘kecil’. Mudah takjub pada yang gigantik daripada yang mikrokospik. Tapi Tuhan ingin kita memberi perhatian pada hal-hal kecil, termasuk nyamuk.
Kita takut pada ular dan harimau. Padahal dalam sejarah peradaban manusia, nyamuk lebih banyak membunuh manusia dibanding hewan apapun. Bahkan sampai sekarang, malaria sampai demam berdarah, masih menjadi momok yang menakutkan. Dua penyakit itu, kita sama-sama tahu disebarkan oleh binatang apa.
Detail. Kecil. Tampak sederhana dan biasa saja di kehidupan sehari-hari. Renungkanlah. Mungkin itu pesan lain dari Tuhan. Bahkan Raja Namrudz yang kuat, perkasa, mewah, mati dan kalah ‘hanya’ dengan seekor nyamuk.
Entah kenapa pula, hari-hari ini, saya merasa akan muncul nyamuk-nyamuk yang mengganggu kepala-kepala para pembesar di negeri ini. Nyamuk-nyamuk yang dengung suara mereka tak didengarkan. Lalu mereka membuat formasi dan menuver di luar dugaan. Membuat bingung dan kalang-kabut penguasa.
Saya mengingat nyamuk, ketika melintas di jendela, memandang ke luar, dan Kali tampak khusyuk dalam salatnya.
Sebuah adegan kecil, biasa saja, yang membuat saya gemetar. Sekaligus gentar.