Kemarin saya diberi waktu untuk ‘curhat’ kepada guru saya. Saya hanya menyampaikan bahwa dengan apa yang dimiliki Mojok selama ini, capaian rangking 130 Alexa itu sudah bagus.
Pertama, kami bertarung dengan media yang kru-nya 4 bahkan 10 kali lipat dari Mojok. Saya pindai, kami bertarung ketat dengan media-media yang kru mereka di atas 50 orang, bahkan ada yang 160 orang lebih. Kru Mojok ‘hanya’ 16 orang. “Mas, iki nek zaman aku isih neng ndalan mbiyen, cara tawuran, iki senggel. Musuh kemruyuk ditangani ijen. Iki nek ra cah-cah jadug, ra mungkin isa, Mas… Ora ana teorine.”
Guru saya tertawa. “Koen aja njaluk tambahan karyawan sik lho ya… Tapi engkok mesthi tak tambahi.” Beliau memang punya saham di Mojok, jadi ya punya wewenang nambah orang.
Dulu, guru saya ini sempat heran. Mojok pernah turun terus-menerus dua bulan berturut-turut. Semua kru nyaris putus asa. Semua upaya sudah kami coba. Pasukan sangat letih. Saya ditelpon sama guru saya ini: “Solusimu apa, Thut?”
“Pertama, semua kru saya liburkan seminggu. Kedua, saya minta tambahan satu personel.”
“Koen gendeng tah, Thut? Rangking mudhun terus tambah mbok liburke. Wis ngono njaluk tambahan uwong maneh.”
“Mas, sampeyan isih percaya karo aku apa ora?”
“Ya percaya.”
“Lha mben ndina cah 10 (waktu itu kalau tidak salah kru Mojok masih 10 orang) tarung karo media-media dengan kru di atas 100, ya kesel.”
Tapi benar. Begitu dapat suntikan satu kru, dan libur ‘aneh’, Mojok naik lagi. Pelan tapi pasti.
Balik ke cerita saya. “Lagian, Mas. Kita sama sekali gak pakai back-link. Iki nek zaman aku mbiyen neng ndalan, iki ngombe arak ora nganggo campuran. Iki polosan. Lawaran.”
“Iya, saiki back-link iku ncen ruwet.” ujarnya pelan.
Media-media besar dengan kru besar bukan hanya kuat secara finansial dan personel, tap juga dalam membuat back-link. Satu grup media besar bisa berjejaring dengan belasan sampai puluhan media lain. Bahkan membeli lagi puluhan situsweb-situsweb kecil untuk memperkuat back-link mereka.
“Koen butuh back-link, tah?”
“Gak, Mas.”
“Lha kenapa?”
“Lawaran wae aku. Polosan. Kene iki cah kendel je…”
“Iki dudu masalah kendel. Alasanmu apa?”
“Pertama, back-link itu bisa merusak brand. Aku gak mau brand Mojok rusak. Kedua, aku yakin suatu saat Google bakal menghajar cara-cara back-link. Ini soal waktu saja.”
Beliau manggut-manggut. “Thut…”
“Piye, Mas?”
“Aku ki jane mau meh ngomong, Mojok meh diinjeksi perusahaan gedhe. Tapi aku nonton koen keras kepala ngono, tak pending wae wis… Koen mesthi nolak. Wong koyok koen iki sing bahaya.” Dia tertawa ngakak. “Agus yok apa kabare?”
“Apik, Mas. Masalahe ya mung siji wae….”
“Apa?”
“Ora wani rabi.”
“Koen kok ya iso entuk wong dasyat ngono…”
“Aku ki wong keramat je, Mas…”
“Telek, Thut…”