Sejak pagi hati saya sudah merasa ceria. Diajeng membelikan sarapan pecel madiun yang ukurannya sekepal, dan hanya dengan lauk tempe kok rasanya sundul langit. Satu warung enak, murah meriah, dekat rumah, saya temukan. Kelak saya akan kirim ke sesama penggemar pecel madiun: Pak Ong.
Sore harinya, saya ada kangsen dengan dua kawan yang saya rindukan: Mas Edi Mulyono dan Iqbal Aji Daryono. Kami akan rembukan agak rahasia terkait hal-hal yang belum baik diketahui oleh publik.
Saya jarang sekali mandi sore. Apalagi musim penghujan. Tapi sore tadi, jam 14.30 saya sudah melithit. Wangi. Rapi. Menunggu Ashar, lalu berangkat. Saya juga menyiapkan kado untuk tilik bayi, salah satu kawan saya, begitu selesai ngobrol, pulangnya, saya mampir tilik bayi.
Pukul 15.05 saya sudah di meluncur. Tentu saja saya mulai dengan berdoa. Karena sering berpergian sama Kali, SOP dia juga saya ikuti. Berdoa.
Keluar dari perumahan, lancar. Sampai PLN Jakal, masalah dimulai. Kado tertinggal di rumah. Saya telpon berkali-kali Diajeng, gak juga diangkat. Mungkin dia sedang mandi juga. Atau kalau tidak ya salat Ashar.
Saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Gampanglah. Nanti kado bisa pakai jasa go-send. Karena tahu Jakal Superindo sampai perempatan ringroad macet, saya belok kiri. Lewat Ploso Kuning, tembus ke terminal Concat. Lancar. Mak jegagik, di perempatan ringroad Concat, macet. Butuh menunggu agak lama.
Jalan Gejayayan lumayan padat merayap. Saya lebih suka menyebut Jalan Gejayan daripada Jalan Affandi. Karena Jalan Gejayan punya nilai historis bagi angkatan 98. Jika seluruh orang dunia menyebut Jalan Gejayan sebagai Jalan Affandi, saya tetap akan menyebut sebagai Jalan Gejayan. Gak akan mundur setapak pun. Saya ikut gerilya kota di sana bersama banyak kawan. Dan itu pengalaman revolusioner yang penting yang terus tumbuh di diri saya.
Sekira 100 meter menuju Amplaz, mendadak macet parah. Matek iki. Jam sudah hampir menunjukkan pukul 16.00. Lepas dari kemacetan, mobil cari parkiran juga agak sulit. Persis pukul 16.00, saya masuk ke dalam mall sembari setengah berlari.
Saya langsung menuju Starbuck. Tempat janjian kami. Tentu saja saya ke ruang depan, smoking area. Karena tahu persis Mas Edi dan Iqbal pasti merokok. Saya cari-cari kok gak ada. Akhirnya saya telpon Iqbal. Pas hendak menelpon Iqbal, iseng saya lihat lagi percakapan kami via Whatsapp. Dobooooool! Lha ternyata janjiannya di Galeria, di kedai Exelso.
Jancuuuuuuk! Akhirnya setelah meminta maaf, saya langsung ke Dunkin Donat. Makan donat dua, minum kopi, dan menuliskan kekesalan saya ini.