Beberapa waktu lalu, saya diberi tahu Mister Kreweng dan Uda Limbak, kalau seniman itu harus kreatif dalam menjual karya. Salah satunya ditempuh oleh seorang perupa sepuh dengan strategi ‘kopoken’.
Kopoken alias budheg, ternyata bisa dipakai buat menjual karya seni. Sang Perupa sepuh itu kalau karyanya ditawar, maka dia pura-pura kopoken. Contoh, misal lukisannya yang seharga 300 juta rupiah, tiba-tiba sama calon pembelinya ditawar, “Bagaimana kalau 200 juta, Pak?”
Perupa itu lalu menjawab. “Apa? Empat ratus? Ya sudah enggak apa-apa. Saya manut. Silakan ditransfer saja secepatnya.”
Walhasil calon pembeli syok tapi sekaligus tidak bisa menghadapi strategi kopoken itu.
Strategi ini pernah dipakai oleh seniman pantomin Andy Eswe saat diajak pertama kali main ke Jakarta oleh sebut saja seorang tokoh bernama Agus Noor. “Ndy, kowe meh dibayar pira?”
“Sa terserah Mas Agus ja…”
“Lima juta ya?”
“Berapa? Ya. Saya limabelas juta juga gak apa-apa kok. Saya tu orangnya nriman…”
“Ya jangan gitu. Masak sekelas kamu kok mangatus ewu! Kamu tu merendahkan profesimu! Kalau memang kamu merasa dibayar 5 juta kemahalan karena tarifmu 500 ribu, ya kita kompromi lah. Kubayar dua juta. Dah, jangan nolak ya…”
Andy Eswe njuk mung prembik-prembik… Strategi kopoken gagal total. Cah nek ra kreatif ki kelakuane cen cenderung bodoh.