Saya mengalami masa kecil, yang keberadaan kita di lingkungan ditentukan oleh beberapa hal. Misal: kepintaran bermain sepakbola; jago memancing ikan dan belut; atau selalu memenangi permainan seperti adu layang-layang, kelereng, atau judi umbul (gambar di kertas yang dipotong-potong).
Saya tidak pintar semua itu. Pas-pasan lah. Jadi di lingkungan pertemanan saya tak begitu dianggap hebat. Dari sekian permainan, saya paling suka main umbul gambar. Dari situ kelak, ketika remaja, saya suka main judi. Hanya saja saya gak jago-jago amat.
Waktu saya kecil, saya selalu takjub dengan teman saya yang selalu menang jika main umbul gambar, mulai dari tekpo sampai kar-karan. Mereka yang punya umbul gambar banyak, biasanya menjual ke anak lain. Saya sering membeli dari teman saya untuk dipertaruhkan lagi.
Bapak saya paling marah kalau saya ketahuan main tekpo. Karena baginya itu bagian dari judi. Kalau adu layang-layang tidak dianggap judi. Jadi kalau main tekpo, saya sembunyi-sembunyi.
Sekarang, ada permainan mirip umbul gambar itu. Kali juga suka. Cuma cara mainnya berbeda. Kali juga kadang taruhan sama teman-temannya, yang kalah kartunya diambil yang menang.
Kali pernah tak mau memainkan permainan itu karena yang bermain lebih sering anak kelas 4 atau 5. Saya lalu membujuknya agar dia berani. “Kalau kalah, Bapak belikan. Kalah 10 Bapak belikan 20. Kalah 20, Bapak belikan 40. Pokoknya berapa Kali kalah, Bapak belikan dua kali lipat.”
Mulai saat itu, Kali berani bermain melawan kakak-kakak kelasnya. Dan dia sering menang. Ini pose saat dia menghitung kemenangannya. Sambil ngemut permen. Sudah mirip bandar judi bernyali besar ? .