Suka atau tidak, dunia penerbitan Yogya, bahkan mungkin Indonesia, memberi tempat khusus untuk Buldanul Khuri dan Ong Hary Wahyu. Buldan adalah pendiri penerbit Bentang, yang kelak kemudian dijual ke kelompok Penerbit Mizan. Sedangkan Ong adalah perombak kaidah umum perwajahan buku saat itu. Tapi di antara dua legenda hidup itu, lagi-lagi, suka atau tidak, ada rak khusus yang diberikan oleh insan buku Yogya untuk Dodo Hartoko, pemilik rumah penerbitan Buku Baik.
Dodo adalah orang nyentrik. Saya yakin, jumlah orang yang tidak menyukainya dengan orang yang menyukainya hampir seimbang. Lebih banyak yang suka, tapi tidak akan terpaut jauh. Mungkin sama seperti Buldan. Tapi keduanya memang punya sejarah bagi dunia penerbitan Yogya.
Dodo dikenal baik oleh berbagai kalangan. Dia hadir di mana-mana. Dengan gayanya yang agak pecicilan, omongannya yang sedikit ketus, cara bercandanya yang khas, dia mencatatkan pergaulannya di dunia senirupa, kampus, dikenal baik oleh para penulis, bahkan para preman.
Dibanding penerbit lain, Buku Baik sebetulnya bukanlah penerbit yang cukup banyak menerbitkan buku. Mungkin 40an judul. Tapi memang produk Buku Baik dikenal dengan kualitas visual dan cetaknya. Hal yang kadang dianggap tidak terlalu penting bagi puluhan penerbit yang muncul hampir serempak di awal tahun 2000an di Yogya.
Dodo dikenal banyak penerbit lain karena dia rajin bertandang sambil memamerkan buku-buku terbarunya yang baru saja turun cetak. Sementara publik pembaca lebih mengenal Buku Baik sebagai penerbit yang berhasil menerbitkan buku Semiotika Negativa karya St Sunardi. Buku ini sampai sekarang dianggap sebagai salah satu buku penting yang pernah diterbitkan oleh sebuah rumah penerbitan dari Yogya. Semiotika Negativa melekat dengan Buku Baik seperti Pramoedya lekat dengan Hasta Mitra.
Sekalipun Buku Baik telah lama bangkrut, tapi sebetulnya Dodo tak pernah jauh-jauh dari dunia buku. Dia masih kerap diminta tolong oleh beberapa galeri lukisan untuk mengurus katalog pameran atau jika ada perupa yang ingin menerbitkan karya-karya rupa mereka menjadi sebuah buku. Mungkin karena itu pula, dia memutuskan menjadi perupa. Mungkin lho ya…
Sebetulnya dunia Dodo tak pernah jauh dari dunia senirupa. Begitu dia menginjakkan kaki di Yogya pada awal tahun 1990, dia langsung menjadi sales lukisan wajah di Malioboro. Hingga kariernya kemudian naik sebagai pelukis wajah. Tapi kala itu tidak semua orang puas dengan hasil karyanya, sebab dia suka mabuk-mabukan. “Lha nek mendem pil ki kadang alise lali ra tak gawe, je. Nyok ya brengose barang lali.” begitu pengakuan dia suatu saat kepada saya.
Kata orang, Dodo itu lucu. Tapi menurut saya, Dodo itu lucu tapi lebih banyak kadar konyolnya. Apalagi kalau mabuk. Suatu saat, kami dan beberapa rekan minum bir di Ascos. Lalu datanglah penyair gimbal Saut Situmorang yang kemudian cuap-cuap tak keruan. Begitu Saut sedang sibuk berbicara di meja yang lain, Dodo segera bilang, “Lha orang kayak gitu kok mau melawan Goenawan Mohamad. Ya jauh…” Lalu semua orang tertawa terkekeh-kekeh.
Terlalu banyak kisah konyol Dodo. Satu lagi saya bagi untuk Anda. Suatu saat, ketika masih mengelola Buku Baik, di sebuah perempatan dia melihat seorang pebisnis buku di Yogya sedang mengendarai mobil Mercy keluaran terbaru. Dodo yang saat itu sedang naik sepeda ontel segera menabrakkan sepeda yang dikendarainya ke mobil gres tersebut. Kontan pemilik mobil muntab, lalu keluar dari mobil. Begitu dia tahu yang menabrak adalah Dodo, mukanya menjadi kecut. “Pak Dodo ki ngapa kok mobilku ditabrak?”
Dengan muka memerah dan suara keras, Dodo menjawab, “Lha kok isa awake dhewe ki kerjane padha, kok kowe isa luwih sugih mbangane aku? Aku numpak sepeda je, kowe malah numpak Mercy!”
Kontan semua orang di perempatan yang berharap akan ada adu tinju, malah tertawa ngakak. Si Pemilik Mercy pun tertawa kecut.
Begitulah Dodo. Saya berpesan kepada Anda, jangan dekat-dekat dia kalau sedang mabuk. Mulutnya tak terlalu nyaman buat telinga yang tak terbiasa.
Tapi ya begitulah. Memang ada rak khusus untuknya di dunia buku Yogya. Rak yang sama dengan Adhe Ma”ruf, Indra Ismawan, Muhammad Nursam, dan sederet nama lain. Suka atau tidak suka.