Lebaran belum tentu saling memaafkan. Di sebuah keluarga besar yang sedang berkumpul, seorang keponakan yang baru menyelesaikan gelar doktornya, bertanya kepada pamannya, seorang wartawan. “Menurut Paman, apakah kita semua nanti masuk surga?”
Sang Paman berusaha menjawab dengan hati-hati. “Saya tidak tahu. Karena yang berhak atas surga itu Tuhan.”
“Iya. Itu sih saya tahu. Tapi menurut pemikiran Paman bagaimana?” Desak Si Keponakan.
“Mmm… Saya berprasangka baik kepada Tuhan. Dan saya percaya Tuhan penuh welas asih. Saya kira Tuhan akan memasukkan kita semua ke dalam surga.
“Lah, kok bisa begitu? Jadi saya yang sudah salat 5 waktu, pagi-pagi harus bangun untuk salat Subuh, menderita lapar dan haus ketika puasa, menyisihkan harta untuk zakat, masak disamakan dengan mereka yang tidak melakukan itu semua? Tidak dibedakan. Enak saja…”
Sang Paman yang sedang mengiris ketupat menghentikan tangannya. Lalu dia memandang kepada keponakannya. “Nak, kenapa bisa orang yang rajin beribadah seperti kamu, bisa punya rasa rela ada orang yang tersiksa di neraka?”
“Kan kita dikasih waktu dan kesempatan sama untuk beribadah. Saya berusaha keras melakukannya dan orang lain tidak. Kenapa bisa sama-sama masuk surga? Di mana letak keadilan Tuhan? Kalau begitu saya tidak beribadah saja.”
“Lha memang Tuhan butuh ibadahmu? Kalau kamu merasa Tuhan tidak adil, ya lakukan saja keinginanmu untuk tidak beribadah. Lagipula kan Tuhan yang punya surga. Kenapa kamu harus atur Dia. Terserah Tuhan.”
“Tuhan Maha Adil, kan?”
“Sebentar, kamu kok ingin betul sih memasukkan orang lain ke neraka?”
Pertikaian makin keras. Lalu Sang Nenek terdengar setengah berteriak, “Keluarga ini ada apa sih? Lebaran yang dulu, semua ribut antara yang dukung Ahok dan anti-Ahok. Sebelumnya, pendukung Jokowi musuh Prabowo. Sekarang berdebat soal surga dan Tuhan. Kasihan Bung Karno dkk. Pasti sedih melihat anak bangsa ribut terus!”
Seorang cucu perempuan yang baru setahun kuliah, yang sedang asyik main Facebook langsung menyahut, “Nenek gitu deh, dikit-dikit bawa Bung Karno. Nenek dulu naksir dia ya?”