Sudah lebih dari setengah abad, Wak Daiman menjadi tukang getek. Setiap hari dia menyeberangkan puluhan sampai ratusan orang. Selama itu pula, secara tidak langsung dia telah ikut mengantarkan ribuan orang menapaki proses hidup mereka. Banyak di antara mereka yang diseberangkan itu yang kini menjadi orang-orang sukses dan penting.
Sebagian besar dari mereka merasa berhutang budi. Baik diberi tumpangan gratisan ketika tak punya uang, maupun memberi nasihat-nasihat di saat mereka sedang mengalami masa-masa sulit. Membantu mereka melewati guncangan-guncangan hidup.
Maka ketika tepat di usia hampir 70 tahun Wak Daiman sakit keras, ratusan orang berkumpul di rumahnya yang sederhana. Selain ikut mendoakan, mereka juga ingin mendapatkan semacam wasiat akhir dari seorang yang dianggap guru bagi banyak orang.
Di atas ambennya yang terbuat dari bambu, tubuh Wak Daiman tergeletak. Sekalipun sedang sakit, wajahnya tetap meneduhkan. Ratusan orang dengan beragam profesi mengelilingi guru mereka, yang tidak kebagian tempat, meluber sampai halaman depan, samping, dan belakang.
Di saat matahari pagi mulai naik, Wak Daiman akhirnya bersuara. Suaranya pelan. Tenang. Menelusup ke telinga semua orang. Terdengar dengan bening dan jelas, baik yang duduk bersila di dekatnya maupun yang duduk di luar rumahnya.
“Mau kalian menjadi petani, pengusaha, pejabat, dosen, wartawan dll, peganglah tiga perkara ini…”
Suasana hening. Hanya ada angin lembut di pagi hari yang berembus. Juga suara burung-burung. Dan riak air bengawan dari kejauhan.
“Semua pasti pernah mendengar tiga perkara ini. Hanya saja mungkin sering lupa.”
Semua orang terdiam. Mendengarkan dengan khusyuk.
“Kalau berkata: jangan bohong. Kalau berjanji: jangan ingkar. Kalau mendapat amanah: jangan khianat. Niscaya kalau kalian pegang teguh itu, selamatlah kalian semua.”
Tidak lama setelah mengucapkan kalimat itu, Wak Daiman mengembuskan nafasnya yang terakhir. Seulas senyum terpampang di bibirnya. Damai.
Sementara orang-orang yang mengitarinya menangis terguguk. Bukan menangisi kepergian Wak Daiman. Tapi menangisi kehidupan mereka.